Diantara
Pintu Depan dan Belakang
Provinsi Banten adalah salah satu provinsi termuda di Indonesia,
terletak di bagian Barat Pulau Jawa. Lahir pada tanggal 4 Oktober tahun 2000
sebagai Provinsi ke-30. Sebelumnya, Banten merupakan bagian dari wilayah Provinsi
Jawa Barat. Secara topografi wilayah ini dibagi dua bagian besar antara wilayah
dataran rendah dan daerah perbukitan.
Dataran rendah terltak di sebelah barat, timur dan utara. Di sebelah barat ada Kota Cilegon, sebelah
timur Kota dan Kabupaten Tangerang, di sebelah utara merupakan daerah Kabupaten
dan Kota Serang. Sedangkan di sebelah selatan merupakan wilayah perbukitan, mulai
dari wilayah Gunung Honje di Kabupaten Pandeglang sampai dengan Gunung Halimun di
Kabupaten Lebak.
Kabupaten Lebak adalah salah satu kabupaten di Provisi Banten yang
wilayahnya paling luas kurang lebih 3.237,12 m2. Kabupaten ini kaya
akan potensi sumber daya alam, khususnya barang tambang dan hasil pertanian.
Wilayah ini dibatasi oleh Kabupaten Serang di sebelah utara, Kabupaten
Pandeglang di sebelah barat, Samudera Indonesia di sebelah selatan dan
berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah timur. Di daerah inilah
tersimpan misteri kehidupan suku pedalaman, Suku Baduy (Orang Baduy). Sebuah
komunitas masyarakat tradisional yang selalu menjadi daya tarik orang luar dan
tak pernah berhenti menjadi bahan diskusi sebagian besar para ahli arkeologi,
sejarawan, budayawan, mahasiswa, pelajar, dan wisatawan yang ingin tahu tentang
kehidupan mereka yang sesungguhnya.
Komunitas Suku Baduy menetap di areal tanah warisan nenek moyang,
terletak di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Leuwidamar
adalah salah satu dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak. Sedangkan Desa
Kenekes adalah satu dari 295 desa dan 5 kelurahan di Kabupaten Lebak. Letak
geografis desa ini berbatasan dengan Desa Parakan, Desa Kebon Cau, dan Desa Karang
Nunggal, Kecamatan Bojong Manik di sebelah barat. Sedangkan di sebelah timur
berbatasan dengan Desa Karang Combong dan Desa Cilebang. Sementara di sebelah
Selatan dibatasi oleh wilayah Desa Cikadu Kecamatan Cijaku. Dan di sebelah
utara berbatasan langsung dengan Desa Cisimeut, Desa Bojong Menteng dan Desa
Nagayati, Kecamatan Leuwidamar.
Untuk sampai ke lokasi Perkampungan Orang Baduy dapat ditempuh dengan
kendaraan roda empat selama kurang lebih empat-lima jam perjalanan dari Jakarta
dengan jarak tempuh 173 km atau sekitar 37 km dari Kota Rangkasbitung. Dari
Jakarta menuju Kota Rangkasbitung, ibu kota Kabupaten Lebak, dapat melalui dua jalur:
jalur jalan bebas hambatan Jakarta-Merak keluar di pintu Tol Balaraja Timur langsung
menuju ke Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang. Dari sini bisa langsung ke Kota
Rangkasbitung dengan jarak tempuh sekitar 30 km selama kurang lebih 1,5 jam.
Atau, bisa juga melalui jalur bebas hambatan Jakarta-Merak kemudian keluar di
pintu Tol Serang Timur, menuju ke arah Rangkasbitung melalui Kecamatan Petir, Kabupaten
Serang, selama satu jam sepanjang 40 km. Perjalanan dilanjutkan ke arah Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Banyak orang mengira kalau pintu masuk ke Perkampungan Orang Baduy seolah-olah
hanya bisa melalui Kampung Ciboleger, Desa Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar.
Jalur ini memang menjadi pintu utama untuk masuk ke Perkampungan Baduy, karenanya jalur ini paling padat dan ramai dilalui
wisatawan yang ingin masuk ke Perkampungan Baduy. Padahal saat pengunjung datang dari arah
Rangkasbitung sampai di sebuah pertigaan Kota Kecamatan Leuwidamar, ada dua
jalur yang bisa ditempuh : melalui jalur Kampung Ciboleger atau jalur Desa
Pasir Nangka dan Desa Nangerang. Sebagian orang menyebut jalur Ciboleger
merupakan jalur pintu depan atau jalur wisata. Sedangkan jalur Pasir Nangka dan
Desa Nangerang, sering disebut orang sebagai jalur pintu belakang, atau pintu
dapur.
Melalui jalur Ciboleger ibarat memasuki rumah orang lewat halaman
dan pintu depan. Sebagai pintu atau wajah depan Perkampungan Baduy, Ciboleger ditata
sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan yang hendak berkunjung
ke perkampungan Baduy. Di sini ada pintu gerbang dengan tulisan “welcome to Baduy”. Terdapat terminal
bus, tempat penitipan kendaraan, warung-warung yang menyediakan aneka makanan
dan souvenir khas Baduy, serta guide
dan tukang pikul dengan tarif yang sudah ditentukan. Begitu tiba di Terminal Ciboleger,
pengunjung disambut oleh penduduk yang menawarkan aneka jasa untuk berkunjung
mengelilingi perkampungan Baduy.
Batas antara Ciboleger dengan perkampungan adat Baduy ditandai
dengan sebuah tugu yang terbuat dari tembok bata dengan lambang beberapa batang
pohon bambu. Tugu ini berdiri tegak di ujung jalan, tepat di pintu gerbang
masuk ke Perkampungan
Orang Baduy yang paling depan atau yang terluar yaitu Kampung Kadu Ketug (Baduy
Luar). Di antara dinding tugu dan pintu gerbang terdapat tulisan berisi
peringatan dan pemberitahuan kepada para pengunjung tentang ketentuan-ketentuan
adat Baduy yang harus dipatuhi oleh tiap pengunjung. Misalnya, dilarang membawa
senapan, obat-obat terlarang, mandi menggunakan sabun di sungai, membuang
sampah sembarangan, memotong, memetik, atau mengambil buah-buah dan pohon-pohon
yang tumbuh, memotret orang dan lokasi Baduy Dalam, orang asing (warga negara
dari negara lain) tidak diperkenankan masuk ke Baduy Dalam, dan lain-lain.
Begitu melangkah masuk melewati pintu dan tugu pembatas, pengunjung
menyaksikan pemandangan Kampung Baduy Luar Kaduketug seperti sebuah pasar yang
cukup sibuk. Para perempuan Baduy asyik membuat tenunan kain dengan alat tradisional
di teras rumah masing-masing. Sementara emperan rumah-rumah adat Baduy yang
berjejer rapih dimanfaatkan oleh pedagang, umumnya berasal dari luar Baduy,
sebagai tempat berjualan berbagai barang khas kerajinan Baduy: selendang,
pakaian, hasil tenunan, aneka souvenir hasil kerajinan dari kayu dan bambu khas
Baduy, dan lain-lain. Para pedagang itu tak henti-henti menawarkan barang
dagangan kepada tiap pengunjung yang datang.
Sekitar setengah jam berjalan kaki dari Kampung Kaduketug, menaiki
bukit, pengunjung akan menjumpai sebuah perkampungan Baduy Luar yang lain, Kampung
Gazeboh. Sebuah perkampungan di sebuah lembah yang subur dan rindang, persis
berada di pinggir Sungai Ciujung. Jalur jalan di tengah kampung ini merupakan
jalur utama yang menjadi tempat lalulalang para pengunjung dan orang Baduy yang
keluar-masuk ke dan dari Ciboleger.
Gazeboh adalah sebuah kampung Baduy yang terbuka dan tampak lebih “modern”
di bandingkan kampung-kampung Baduy luar lain. Anak-anak muda pria warga kampung
sudah mengenal cara berpakaian orang kota. Mengenakan kalung dan gelang tangan
dari bahan logam, baju dengan banyak motif, potongan rambut berjambul, dan cara
bicara yang relatif lebih berani dan terbuka. Di sini tersedia warung,
menyediakan barang-barang cukup beragam. Rumah-rumah warga tertata rapih yang
sebagian besar menjadi tempat transit,
tempat menginap sementara, bagi para pengunjung yang datang dan akan melanjutkan
perjalanan ke tempat-tempat lain di wilayah Baduy. Sedangkan para laki-laki
dewasa sudah piawai melayani pengunjung, berperan sebagai guide. Mereka umumnya memiliki
jaringan “pasar” sendiri-sendiri.
Masuk melalui jalur Ciboleger dan transit di Kampung Gazeboh sangat
ideal untuk menjadi pilihan. Dari sini perjalanan bisa dilanjutkan ke perkampungan
lain dengan relatif lebih mudah. Jalur jalan menuju ke perkampungan-perkampungan Baduy tertata
dengan baik dan ruas jalan cukup lebar, walau agak jauh dan tetap saja harus
menaiki banyak bukit serta menuruni lembah curam, melintasi jalan-jalan terjal bebatuan dan sangat licin
bila hujan turun. Harus menyeberangi beberapa anak sungai dan menaiki sebuah
jalan tanjakan tembayang, jalan
setapak dengan kemiringan hampir 90 derajat sepanjang kurang lebih 500 meter.
Inilah sebuah tanjakan yang paling ditakuti oleh pengunjung dari luar yang
datang. Tetapi tidak usah khawatir, selama dalam perjalanan menuju Baduy Dalam,
pengunjung disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan. Hutan masih asri dan
perawan, sungai-sungai yang airnya amat jernih dengan batu-batu besar
berserakan, pancuran air dan mata air ada di setiap sudut kampung, serta
hamparan huma tanaman padi darat menghiasi bukit dan gunung-gunung.
Ada tiga perkampungan Baduy Dalam yang sering menjadi obsesi bagi
tiap pengunjung yang datang ke Baduy, Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana. Para
pengunjung merasa seperti belum sah dan belum merasa puas bila belum berhasil
mengunjungi perkampungan Baduy Dalam. Tetapi kenyataannya sedikit yang bisa
berhasil sampai ke tiga wilayah Perkampungan Baduy Dalam, kecuali ke Cibeo yang relatif mudah dijangkau. Menuju
ke Kampung Cibeo dapat ditempuh dengan jalan kaki selama kurang lebih tiga jam (menurut
ukuran jalan kaki orang luar) dari Kampung Gazeboh. Cibeo lebih terbuka untuk
umum (kecuali untuk orang asing), karena itu menjadi kampung Baduy Dalam yang
paling ramai dan sering dikunjungi para wisatawan. Penduduk asli Cibeo sudah
terbiasa menerima tamu dari berbagai suku dan daerah. Mereka menyediakan
rumahnya untuk tempat istirahat para tamu, atau menawarkan jasa guide selain dapat memberikan informasi
secara lebih terbuka kepada para pendatang tentang segala hal menyangkut kehidupan orang Baduy.
Berbeda dengan jalur Ciboleger atau Gazeboh, melalui jalur Desa
Pasir Nangka dan Desa Nangerang atau jalur “pintu belakang,” pengunjung bisa
mencapai Perkampungan Baduy Dalam dengan relatif mudah. Ibarat masuk ke rumah
orang melalui pintu belakang, bisa langsung masuk dan melihat “dapur” nya
Baduy, yakni Kampung Baduy Dalam Cikartawana, Cibeo dan Cikeusik. Menuju ke
lokasi tersebut tidak serepot dan sejauh lewat jalur pintu depan. Dari Desa
Pasir Nangka perjalanan dapat dilanjutkan ke Baduy Dalam melalui jalan dua
arah. Pertama, melewati Kampung Cicakal Girang (Kampung Suku Baduy Islam) yang
bisa dilalui dengan berjalan kaki selama kurang lebih dua jam, atau menaiki
kendaraan roda dua (motor ojeg) sepanjang lima kilometer selama 30 menit
melewati ruas jalan cukup lebar tetapi penuh dengan tanjakan dan bebatuan yang belum
bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Dari Kampung Cicakal Girang, pengunjung
langsung masuk ke Perkampugan Baduy Dalam Cikartawana, melewati beberapa
Kampung Baduy Luar, diantaranya Kampung Cipaler, selama kurang lebih dua jam berjalan
kaki, menyusuri jalan setapak, menaiki beberapa gunung, dan lembah sebelum
sampai ke Cikartawana dan Cikeusik.
Jalur kedua melalui Desa
Nangerang. Dari Desa Pasir Nangka ke Desa Nangerang, ditempuh menggunakan kendaraan
roda empat atau roda dua sampai batas kampung Nangerang. Kendaraan bisa
dititipkan dan diparkir di depan halaman rumah penduduk. Lalu perjalanan
dilanjutkan dengan jalan kaki, melalui jalur setapak menembus bukit-bukit kecil,
menyeberangi sungai, menerobos semak belukar untuk bisa langsung menuju ke
Perkampungan Wilayah Baduy Dalam Cikartawana, tanpa melewati Perkampungan Baduy
Luar. Lama perjalanan kurang lebih dua jam.
Seluruh wilayah perkampungan Baduy berada di kawasan hutan lindung,
dikelilingi hutan-hutan lebat, gunung dan bukit, dilintasi oleh beberapa anak
sungai. Untuk mencapai perkampungan Baduy Dalam sebenarnya tidak ada jalur atau
jalan yang tetap, apalagi jalur tetap untuk kendaraan jenis apapun. Jalur jalan
yang biasa dilalui oleh Orang Baduy relatif banyak dan dari waktu ke waktu bisa
berganti. Ada jalur yang pendek dengan melewati hutan dan menaiki bukit terjal,
atau menyeberangi arus deras air sungai, dan ada jalur yang tidak melalui bukit
terjal atau menyeberangi sungai deras, jalannya datar, tidak melalui hutan,
namun jaraknya lebih jauh. Jika pengunjung salah memilih jalan, bisa-bisa
terjebak masuk ke dalam hutan, atau menemui jalan yang berbukit tinggi dan terjal,
berliku-liku. Tetapi, orang Baduy selalu punya banyak jalan alternatif, untuk
menghindari jalan-jalan terjal dan berbukit tinggi, melingkar-lingkar hingga terlalu
jauh. Karena itu, diperlukan guide
(penunjuk jalan) bagi mereka yang pertama kali berkunjung ke Baduy. (UTEN SUTENDY)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar