Seperti masyarakat beradab lainnya, Orang Baduy mengenakan pakaian
yang layak sebagai penutup tubuh, berupa pakaian yang terbuat dari bahan tenunan. Bedanya dengan
pakaian orang lain, seluruh pakaian yang dikenakan, Orang Baduy memiliki corak
dan warna yang relatif sama. Yakni terbuat dari bahan jenis blacu warna putih berlengan panjang yang
disebut Kampret Putih. Baju ini dibuat
tanpa kerah dengan ukuran bawah di atas pinggul dan di bawah pusar. Ada lagi
yang disebut Samping Aros Pendek,
sejenis kain ukuran 1,5 meter dan lebar 60 meter berwarna biru bergaris putih
yang dipakai dengan cara seperti kain panjang yang disarungkan dan di bagian
pinggangnya diikat menggunakan sabuk dengan tinggi sebatas lutut kaki. Kain
penutup bagian bawah tubuh ini diikat dengan sabuk pengikat yang terbuat dari
kain berukuran panjang 1,5 meter dengan lebar 40 cm.
Sedangkan kaum perempuan Baduy Dalam mengenakan penutup bagian bawah
tubuhnya dengan kain panjang warna hitam berukuran 2,5 meter yang dilingkarkan
ke bagian tubuh di bawah pusar sampai dengan di bawah lutut kaki, berwarna biru
bergaris-garis putih atau hitam. Kain ini disebut Kain Samping Aros Panjang atau Samping Hideung. Kaum Perempuan
Baduy Dalam umumnya mengenakan kampret
putih, berupa baju lengan panjang warna putih. Untuk melindungi kulit
kepala dari terik panas sinar matahari, kaum perempuan Baduy umumnya mengenakan
Dudukuy Keletruk, semacam topi lebar
yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk kerucut yang biasanya dipakai saat
bercocok tanam di tengah huma. Kaum perempuan Baduy dalam juga biasa mengenakan
Karembong, semacam kemben dari bahan
kain putih yang dililitkan pada bagian dada hingga ke perut.
Pakaian yang dikenakan orang Baduy Luar dari jenis dan warnanya sama,
hanya saja berbeda dari segi bahan, warna dan corak. Mereka sudah mulai
mengenakan corak dan motif bervariasi walaupun warna kain yang dikenakan Orang
baduy Luar umumnya sama, warna hitam atau biru tua, dengan motif dan model baju
yang berbeda-beda. Ada model baju lengan panjang dan lengan pendek yang dijahit
rapi mengenakan kancing dan resleting. Ada juga yang motifnya masih sederhana
tanpa kancing, diikat dengan tali dari bahan kain yang sama, seperti pakaian yang
dikenakan orang Baduy Dalam.
Orang Baduy Luar sudah mengenal pakaian dalam, seperti yang disebut
“kutang” atau “bra” bagi pakaian dalam perempuan, atau kaos dalam bagi kaum
laki-laki. Mereka juga mengenakan celana, baik celana dalam maupun celana luar
dengan beragam motif, celana pendek warna hitam di atas lutut.
Ciri khas lain dari pakaian Orang Baduy ialah kain pengikat kepala
dengan warna yang sama yang disebut Romal
Untuk Orang Baduy Dalam berwarna putih dan untuk Orang Baduy Baduy Luar
berwarna hitam atau biru tua dengan sedikit sentuhan motif batik. Kain pengikat
kepala menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Orang Baduy. Kemana pun mereka
pergi, kain ini selalu dipakai atau dibawa. Untuk kaum laki-laki, kain tersebut
menjadi sangat penting sebagai penutup rambut mereka yang umumnya sangat
panjang, sama panjangnya dengan rambut kaum perempuan. Sedangkan untuk Orang Baduy
Luar, kain ini bisa berfungsi ganda, selain untuk penutup bagian kepala, juga untuk
penghias yang mereka kenakan semacam slayer atau syal yang diikat di leher.
Ciri khas lain dari busana Orang Baduy ialah adanya kain sebagai
alat untuk menggendong barang-barang, atau jarog (sebuah tas terbuat dari kulit kayu). Kemanapun mereka pergi
selalu membawa kain berukuran lebar dan panjang (lebih panjang dari kain
pengikat kepala) yang berfungsi sebagai tas, untuk membawa berbagai macam bekal
keperluan. Jika mereka pergi berjalan jauh, biasanya bermacam keperluan yang
mereka bawa disimpan dalam buntalan kain tersebut.
Hal yang sama juga dilakukan Orang Baduy Luar. Orang Baduy Luar
tidak selalu mengandalkan pada kain untuk membawa barang-barang mereka,
biasanya mereka membawa tas kecil yang terbuat dari kulit kayu. Tas itulah yang
biasa mereka bawa jika pergi merantau ke kota atau mengunjungi banyak teman dan
kerabat di daerah di luar lingkungan Baduy.
Warna, bentuk, dan motif pakaian yang dikenakan orang Baduy,
khususnya orang Baduy Dalam, mengacu pada konsep fungsional. Semua pakaian yang
dikenakan tujuannya hanya satu, sebagai pembungkus dan pelindung tubuh dari
rasa dingin dan sengatan terik panas sinar matahari. Kain pengikat kepala dan
kain pembungkus, sebagai pendukung ketika mereka melakukan aktivitas di luar.
Orang Baduy tidak melihat pakaian sebagai bagian dari media untuk
berpenampilan menarik, terlihat tampan, ganteng, indah, atau cantik. Apalagi alat
untuk menunjukkan status sosial, kewibawaan, dan pengaruh seseorang, sebagaimana
biasanya yang dilakukan orang luar dimana berbusana memiliki tujuan dan motif
untuk menunjukkan identitas dan status sosial tertentu.
Bagi Orang Baduy, ketampanan, kegagahan, kecantikan, keindahan,
pengaruh, dan status sosial tertentu, bukan terletak pada pakaian atau baju apa
yang dipakai oleh seseorang. Bagi Orang Baduy, ketampanan, kecantikan,
kewibawaan, dan status sosial sesorang, terletak dari cara berpikir dan hati seseorang.
Jika pikiran dan hati sesorang itu bernilai baik, luhur, cantik, indah, bersih,
maka orang itu pun akan terlihat cantik, indah, gagah, bersih, dan itu akan tercermin
dalam aura wajah dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang seperti
itulah yang kemudian dihormati, dihargai dan mendapat tempat yang layak di hati
dan di dalam struktur kehidupan masyarakat dan adat Baduy.
Jadi, nilai kualitas pribadi seseorang bukan dilihat dari sisi penampilan
fisik (bentuk tubuh, pakaian dan harta) sebagaimana sering ditampilkan oleh
kebanyakan orang luar, melainkan dari sisi kualitas pikiran dan hati seseorang.
Kualitas pikiran dan perasaan seseorang bagi Orang Baduy bisa melampaui
kualitas pakaian dan penampilan fisik.(UTEN SUTENDY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar