Radio dan televisi termasuk bagian dari barang-barang elektronik
modern yang tidak boleh dibawa masuk ke wilayah perkampungan Baduy. Selain di
sana tidak ada aliran listrik, juga karena radio dan televisi termasuk barang
yang “haram” untuk dimiliki.
Tentu dengan argumentasi yang cukup rasional. Larangan terhadap
televisi dan radio berkaitan dengan upaya mereka menjaga keseimbangan hubungan
antar manusia dan menjaga agar pikiran dan hati mereka tetap terjaga dari
kemungkinan munculnya keinginan-keinginan baru yang tak terkendali. Televisi
dan radio itu memang sesuatu yang positif dan baik sebagai sumber informasi dan
komunikasi yang efektif. Tetapi bagi mereka, sesuatu yang positif itu belum
tentu cocok dan pas untuk diterapkan di lingkungan masyarakat Baduy yang mempunyai
tugas dan tanggung jawab sebagai penjaga keutuhan nilai “ke-Baduy-an.”
Namun begitu, jangan dikira orang-orang Baduy tidak banyak mengetahui
perkembangan dunia luar. Dengan caranya sendiri yang sulit diterjemahkan dengan
bahasa ilmiah, para tetua dan sesepuh mereka dapat mendengar, melihat dan
merasakan peristiwa–peristiwa yang terjadi di luar lingkungan Baduy secara
cepat dan tepat. Kerusakan hutan di sekitar gunung dan hutan di luar Baduy di
wilayah Banten dan Jawa Barat, akan dengan cepat diketahui, dan biasanya mereka
terus bergerak melakukan koordinasi dengan pihak terkait di pemerintahan untuk
melakukan pencegahan dan pembenahan. Mereka juga bisa dengan cepat mengetahui
dan merasakan bila akan terjadi suatu peristiwa alam, gempa bumi, tsunami,
gunung meletus dan banjir di suatu tempat di tanah air.
Pengetahuan dan perasaan tentang gejala alam tersebut lalu
disampaikan langsung kepada pemerintah, agar pemerintah bisa segera
mengantisipasi suatu peristiwa bencana yang akan menimbulkan banyak kerugian.
Tetapi informasi yang mereka sampaikan sering kurang mendapat tanggapan dan
respon positif dari banyak kalangan pejabat, karena tidak didukung oleh
data-data sebagaimana biasa disampaikan oleh para ilmuwan atau peneliti.
Pengetahuan dan perasaan Orang Baduy terhadap gejala-gejala alam
memang bukan berdasarkan keilmuan dan teknologi, melainkan berdasarkan suasana
kebatinan dan naluri sebagai manusia yang dekat dan menyatu dengan alam, pohon,
sungai, gunung dan batu. Mereka bagian dari alam yang tak terpisahkan. Gerak-gerik
alam yang bakal menimbulkan musibah dengan sendirinya akan mereka rasakan
sendiri. Sama seperti makhluk-makhluk hutan lain ketika akan terjadi gempa,
gunung meletus atau tsunami. Ketika sebuah gunung akan meletus dan terjadi
gempa bumi, beberapa hari sebelumnya hewan–hewan itu keluar dari persembunyian
di hutan secara serempak. Burung-burung beterbangan mencari tempat lain.
Ikan-ikan bermunculan di pinggir pantai, dan lain-lain. Ingat, cerita banyak
orang ketika tsunami di Aceh dimana sebelumnya diceritakan banyak ikan-ikan
besar dan kecil yang tidak seperti biasanya datang ke pinggir pantai sesaat
sebelum ombak tsunami datang menerjang Aceh. Atau cerita lain, sebelum tsunami
datang, kumpulan burung-burung di hutan berterbangan secara bergerombol menuju
lokasi lain.
Sesungguhnya cerita di atas adalah bagian dari gejala alam dan
respon sesama makhluk Tuhan untuk saling memberi tahu bahwa akan terjadi sebuah
musibah yang harus dihindari. Tetapi, manusia yang merasa modern sering lupa
diri. Informasi dari burung, ikan, monyet, harimau, dan termasuk dari Orang Baduy
sebagai penghuni dan penjaga hutan, diabaikan begitu saja. Maka, musibah pun terjadi
di mana-mana dengan korban jiwa yang tak bisa dihindari.
Orang Baduy memiliki prinsif, bila ingin mengetahui informasi tertentu,
mereka akan mendatangi tempat atau orang-orang yang dianggap lebih mengetahui.
Dimana pun orang itu berada, di Jakarta, Bandung, Bogor, dan di kota-kota lain,
mereka akan mendatangi dengan berjalan kaki selama berhari-hari menempuh jalan
panjang ratusan kilo meter. Informasi yang mereka peroleh itu kemudian
disampaikan kepada masyarakat dan sesepuh Baduy sebagai pengetahuan.
Orang Baduy adalah orang-orang yang bersifat aktif dan menjadi
subyek dalam informasi dan komunikasi. Mereka tidak ingin mendengar dan melihat
sesuatu jika tidak ada keinginan dan keperluan untuk melihat dan mendengar
sesuatu. Berbeda dengan orang luar yang menganggap diri modern, hampir tiap
hari dan jam, informasi masuk melalui radio dan televisi. Hampir-hampir telinga
dan mata kita tidak bisa melihat yang lain kecuali radio, televisi, komputer,
internet dan lain-lain. Rumah-rumah orang kota dijejali berbagai teknologi informasi
yang memungkinkan macam-macam info dari dunia luar dan dunia maya masuk yang
isinya jauh dari kebutuhan dan keperluan hidup mereka yang sesungguhnya. Mereka
seolah-olah tidak bisa menghindar bahkan tidak bisa berkutik sama sekali dari
“serangan” informasi tersebut, sehingga banyak diantara orang kota kehilangan
kepercayaan diri, harga diri dan akhirnya benar-benar teralienasi
(terpinggirkan dari kesadaran diri sendiri), menjadi orang yang tidak mengetahui
siapa sesungguhnya mereka (disorientasi), untuk apa mereka ada dan kemana selanjutnya
mereka akan pergi.
Oleh karena itu, mendengar radio dan menonton televisi dimana pun,
menurut Orang Baduy bisa membahayakan keutuhan masyarakat adat Baduy baik
sebagai individu manusia maupun sebagai komunitas budaya, adat dan agama.
Dengan mendengar radio dan menonton televisi, orang akan banyak mendengar dan
melihat sesuatu yang baru, merangsang munculnya banyak keingintahuan dan
keinginan merasakan apa yang didengar dan dilihat dari radio dan televisi.
Bila hal itu terus menerus merasuki hati dan pikiran selama
berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun, akan menimbulkan semakin banyak
keinginan yang muncul dan berkembang hingga tak mampu dikontrol. Ingin makanan
yang lebih enak, ingin baju yang lebih bagus, ingin rumah, ingin mobil, jalan-jalan
lebih jauh dan ingin segala hal yang bersifat kebendaan (materialistik) dan
yang mengenakan raga sesaat (hedonistik).
Kalau sudah banyak muncul keinginan, maka hati dan pikiran akan terganggu.
Mereka khawatir muncul keinginan untuk melakukan segala sesuatu di luar
kebiasaan. Bila hal itu diteruskan akan menganggu hubungan antar manusia di
antara orang-orang Baduy sendiri dan hubungan orang Baduy dengan alam
lingkungan. Mereka akan malas membawa golok dan berjalan kaki ke tengah hutan
untuk membuka lahan, menanam padi di huma. Mereka juga akan malas menjaga dan
melestarikan hutan yang justru menjadi bagian terpenting dari tugas dan fungsi
keberadaan orang Baduy di muka bumi.
Mereka menilai, kerusakan alam, hutan digunduli, sungai dan laut menjadi
kotor berlimbah, isi perut bumi dikeruk, itu karena orang-orang luar terlalu
banyak memiliki keinginan yang sesungguhnya berada jauh di luar kemampuan dan
kebutuhan untuk hidup sehari-hari, sebuah gejala materialisme dan hedonisme
yang kini berkembang di kalangan masyarakat modern.
Keinginan untuk mendengar dan memiliki radio, menonton televisi di
rumah-rumah mereka atau di kampung-kampung tetangga, adalah sesuatu yang harus
mereka tahan dan tidak boleh berkembang agar tidak muncul keinginan-keinginan
baru yang bisa merusak perasaan dan pikiran mereka sebagai penjaga, pelindung
keutuhan dan kelestarian lingkungan (UTEN SUTENDY)(**).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar