Jaro menjelaskan, dari total jumlah penduduk Baduy yang berjumlah 11
ribu jiwa, komunitas Baduy dibagi ke dalam dua bagian: masyarakat Baduy Dalam
dan Masyarakat Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam tinggal terpisah dengan Baduy
Luar. Mengambil posisi sentral, berada di tengah-tengah Desa Kenekes. Total
Masyarakat Baduy Dalam 1.050 jiwa, dibagi ke dalam tiga kelompok kampung,
Kampung Cibeo (507 jiwa), Kampung Cikeusik (388 jiwa) dan Kampung Cikartawana
(158 jiwa).
Meskipun Baduy Dalam dan Baduy Luar dipisahkan oleh sedikit cara
mereka hidup, tetapi dalam keyakinan dan adat, menurut Jaro Nalim, tetap masyarakat
Baduy Dalam lah sebagai sumber keyakinan, kepercayaan dan adat bagi seluruh
masyarakat Baduy. Seorang Pu’un (orang yang dituakan dan yang
dipercaya sebagai pemimpin) hanya ada di Baduy Dalam (Cibeo, Cikeusik dan
Cikartawana). Ketiga Pu’un menjadi tempat bertanya, berlindung dan
penentu keputusan adat, sekaligus sebagai guru spiritual yang dihormati dan disegani
bagi seluruh warga Baduy Dalam maupun Baduy Luar.
Ketiga Pu’un mempunyai fungsi dan peran yang
berbeda-beda. Menurut Jaro Nalim, Puun Kampung Cikeusik mempunyai tugas dan
fungsi sebagai penanggung jawab dalam hal spiritual keagamaan. Karena itu, Kampung
Cikeusik tidak terbuka untuk umum dan letaknya agak jauh, berada di sebuah
lokasi yang sulit dijangkau oleh pengunjung dari luar. Sedangkan Pu’un dari Kampung Cibeo bertugas sebagai penanggungjawab dalam hal
memelihara dan menjaga serta melaksanakan pelayanan untuk warga. Itu sebabnya Kampung Cibeo mudah
dijangkau oleh pengunjung yang datang dari luar. Adapun Pu’un dari Kampung Cikartawana bertanggung jawab dalam hal perlindungan kawasan
hutan Baduy. Baduy Dalam adalah masyarakat Baduy asli yang masih menjaga
keutuhan nilai-nilai kebudayaan secara sungguh-sungguh. Penampilan dan tata
cara mereka hidup agak berbeda dengan masyarakat Baduy Luar.
Posisi Kampung Baduy Luar menyebar dan melingkari keberadaan tiga
Kampung Baduy Dalam. Kampung Baduy Luar terbagi ke dalam 52 kampung. Diantaranya Kampung Kaduketug Tonggoh,
Babakan Cipondok, Kaduketug Landeu, Kadujangkung, Cihulu, Karahkal, Cigula,
Kaduketer, Ciwaringin, Sorkokod, Gerendeng, dan lain-lain. Satu kampung lain
yang dihuni oleh orang luar Baduy ialah Kampung Cicakal Girang.
Jumlah kampung di Baduy Dalam tidak mengalami perubahan dari masa ke
masa, sedangkan jumlah Kampung Baduy Luar mengalami penambahan seiring dengan pertambahan
penduduk di sekitar Desa Kenekes. Kampung-Kampung Baduy Luar mempunyai tugas menjaga dan melindungi keberadaan kampung
Baduy Dalam. Ini dimaksudkan agar keutuhan nilai-nilai ke-Baduy-an tetap utuh
dan lestari hingga akhir zaman. Orang Baduy meyakini, para orang tua di Baduy Dalam adalah “orang
suci” yang sedang bertapa, menjaga pancer bumi dan secara intensif melakukan komunikasi
bathin dengan Tuhan dan alam. Banyak orang dari luar yang datang ke Baduy Dalam
untuk menyampaikan permintaan atau belajar ilmu kebathinan, karena menganggap Orang Baduy Dalam sebagai orang
suci, bersih. Kesucian dan kebersihan jiwa mereka dianggap bisa langsung
berhubungan dengan Tuhan dan bisa merasakan getaran alam, serta mampu membaca
tanda-tanda zaman.
Karena lokasi Baduy Dalam ada di tengah-tengah, untuk sampai ke sana,
harus melewati Perkampungan Baduy Luar yang berfungsi semacam saringan atau
penjaga bagi orang luar yang hendak masuk ke Baduy Dalam. Karena itu, ada
kelompok-kelompok orang yang tidak diperkenankan masuk ke dalam perkampungan
Baduy Dalam, cukup sampai perkampungan Baduy Luar bila ingin mengetahui atau
mengenal tentang Baduy.(UTEN SUTENDY)***
Apa benar selain pejabat/pemerintah,orang biasa tidak di perkenankan bertemu pu'un. Karena beberapa waktu yang lalu saya mendapat informasi dari salah satu agency open trip.
BalasHapus