Ada kegelisahan diantara para tokoh adat Baduy melihat perkembangan
dan perilaku orang luar yang melakukan eksploitasi alam lingkungan demi
mengejar keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan “Makin lieur mikireun tingkah laku orang luar” (makin pusing memikirkan
perilaku orang luar)”, kata Jaro Nalim.
Hutan-hutan di sekitar dekat wilayah Baduy mulai digunduli,
pohon-pohon yang tumbuh ditebang sampai habis. Minyak yang ada di perut bumi
terus dieksploitasi untuk kebutuhan industri. Batubara, emas, perak, tembaga,
dan batu-batu yang menjadi penopang lapisan tanah terus “dicuri” untuk memenuhi
di luar kebutuhan dasar umat manusia yang sesungguhnya, tanpa memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan dampak lingkungan yang diakibatkan. Maka, musibah
alam pun terus berdatangan silih berganti. Musibah demi musibah alam yang
menimpa orang luar, merupakan akibat langsung dari makin hilangnya keseimbangan
ekosistem alam akibat kerakusan manusia. Jika alam terus dirusak maka kehidupan
manusia pun akan rusak.
Sebagaimana dituturkan Jaro Nalim, bumi dengan segala isinya yang
dihuni oleh manusia dan mahluk Tuhan lain, ibarat tubuh manusia. Mempunyai jantung,
pusar, rambut, urat, perut, daging, tulang dan saripati tubuh. Satu dengan yang
lain saling berkaitan dan saling membutuhkan sebagaimana juga yang berlaku dalam susunan anatomi
tubuh manusia.
Dalam ajaran Sunda Wiwitan –sebagaimana diucapkan
oleh Jaro Nalim—meyakini bahwa bumi dan langit diciptakan oleh Allah (Pangeran) dalam sekali
nafas. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Bumi tempat tinggal umat manusia dan makhluk
Tuhan lain menurut kepercayaan Baduy adalah ibu bumi, maka sering disebut Ibu Pertiwi.
“Sedangkan langit eta Bapak na Bumi
(Sedangkan langit adalah Bapaknya Bumi)” kata Jaro Daenah. Kalau ibu bumi rusak, bapaknya ikut rusak.
Sebaliknya langit kotor, maka bumi pun akan kotor. Terbuka lapisan ozon yang
akan merusak, melelehkan lapisan salju di Kutub Utara dan Selatan yang bisa
menenggelamkan bumi.
Orang Baduy mempunyai keyakinan, wilayah Tanah Baduy, tepatnya di hulu
Sungai Ciujung (Sasaka Domas) adalah jantungnya bumi yang disebut pancer bumi. Sedangkan yang
menjadi pusar bumi adalah palung air yang ada di tengah Selat Sunda. Hingga
saat ini palung tersebut masih menjadi misteri yang belum bisa diungkap oleh
para ilmuwan. Ketika pemerintah ingin membangun jembatan lintas Banten-Sumatera,
soal keberadaan palung ini selalu menjadi masalah serius yang belum ditemukan
jawabannya.
Sedangkan pohon dan segala jenis tumbuhan yang ada di hutan ibarat
rambut. Sungai-sungai yang mengalirkan banyak air dari hulu hingga ke hilir
ibarat aliran darah yang mengalir ke seluruh tubuh. Laut yang luas ibarat perut
manusia yang menampung air baku yang dibutuhkan bagi seluruh anggota tubuh. Dan
tanah dengan berbagai jenis, ibarat lapisan dan serat-serat daging dalam tubuh.
Tulang yang menjadi penopang kekuatan tubuh, ibarat batu-batu keras, berada di
lapisan bawah tanah. Dan minyak yang mengalir di lapisan bawah tanah bumi,
ibarat urat-urat darah yang mengalirkan zat makanan ke seluruh tubuh bumi. Sedangkan
emas, perak, batu mulia yang tersimpan di dasar bumi ibarat saripati tubuh atau
zat-zat perekat yang menyatukan antara daging dan tulang, sekaligus sebagai
sumber kekuatan tenaga untuk bergerak.
Jika hutan digunduli, ibarat manusia yang tak lagi memiliki rambut
sebagai pelindung kepala dari sinar panas terik matahari. Jika kepala terus
menerus kena sinar matahari secara langsung, akan menimbulkan rasa sakit dan
akan berpengaruh pada kinerja otak yang ditutupi batok kepala. Demikian juga
jika sungai-sungai terus dikotori oleh banyak limbah industri, makhluk-makhluk
yang ada di dalamnya yang merupakan bagian dari sumber nabati, terancam punah dan
aliran air sungai akan tersumbat, menimbulkan banjir atau malah kekeringan di
bagian hilir. Sama halnya dengan darah manusia yang bila terus kotor, akan banyak
menyebarkan aneka penyakit ke seluruh tubuh. Agar manusia tetap sehat, darah-darah
kotor itu harus dicuci bersih dan menghindari mengkonsumsi jenis makanan yang
berakibat pada kerusakan sel-sel darah.
Bumi sekarang makin tampak pucat dan lesu, karena sel-sel darah bumi
makin kotor dan saluran urat-urat bumi makin menyempit, kering akibat praktek
penyebaran pengeboran minyak yang tiada henti. Pengeboran minyak dilakukan
tanpa batas: di atas gunung, bukit, lembah, hingga di dasar laut. Bumi juga
makin tampak loyo dan tak bertenaga karena batu-batu dan batang batang kayu yang
merupakan tulang bumi terus menerus diambil dan digerus untuk keperluan manusia
membangun simbol-simbol kemewahan dan kekuasaan. Bumi yang kita pijak kini tak
tampak lagi segar dan cantik seperti dulu, karena kehilangan saripati dan
sumber aura kecantikan ketika emas, dan batu mulia yang merupakan sumber tenaga
dan pesona kecantikan bumi terus diburu dan dikeruk hingga sampai ke dasar
bumi.
Bumi juga makin tampak gelisah akibat laut luas, perut bumi, makin
kotor, rusak, dan penuh dengan aneka limbah. Ibarat perut manusia, bumi sedang
mengalami sakit lambung yang sudah parah. Gelombang ombak yang biasa tenang,
mulai mengganas marah menimbulkan banyak kecelakaan lalu lintas laut. Air laut
mulai muntah-muntah hingga ke daratan. Pantai-pantai yang tadinya aman dan
indah mulai rusak akibat keganasan ombak yang mulai sulit diprediksi. Para
nelayan yang biasanya mendapatkan ikan melimpah di pinggiran pantai, harus
berlayar jauh ke tengah laut untuk mendapatkan ikan lebih banyak karena terumbu
karang dekat pantai yang mejadi sarang ikan mulai berkurang dan hancur. Di
beberapa wilayah, terumbu karang sudah mulai punah. Banyak orang menghancurkan
terumbu karang dan membunuh anak-anak ikan ketika menangkap ikan dengan cara
menggunakan bom atau racun. Pohon-pohon bakau yang dulu banyak tumbuh subur di
pinggir pantai yang akar-akar pohonnya menjadi tempat bertelur berbagai jenis
ikan, hancur, rapuh, dan makin berkurang.
Agar bumi tetap tampil segar, rapih, cantik, dan menjalankan fungsi
sebagai tempat berlindung dan berkembang bagi umat manusia dan makhluk Tuhan
lain, bumi harus kembali dirawat dengan baik, seperti merawat tubuh.
Pohon-pohon yang tumbuh harus dirawat, jangan ditebang, agar tetap tumbuh dan
berbuah serta akar-akar menancap ke dasar bumi menjadi penopang tanah dari
bahaya longsor. Aliran sungai-sungai jangan dibendung dan menjadi tempat
pembuangan sampah atau limbah agar air tetap jernih dan mengalir sampai jauh,
memberi penghidupan bagi makhluk hidup di wilayah-wilayah yang dilalui. Laut
jangan dikotori dan terumbu karang yang ada di dalamnya dibiarkan tumbuh
berkembang agar menjadi sumber penghidupan bagi segala jenis ikan. Pohon-pohon
bakau di pinggir pantai dibiarkan tumbuh untuk menopang ombak agar tidak muntah
ke daratan merusak lingkungan hidup. Batu-batu dan tanah yang ada di dalam
tubuh bumi agar tetap dipelihara, boleh diambil seperlunya untuk kebutuhan dan
keperluan masa depan hidup umat manusia.
Agar lingkungan dan bumi tetap sehat, maka dalam ajaran orang Baduy
dikenal dengan kalimat: gunung teu menang
dilebur, lebak teu menang dirusak, pondok teu menang disambung, panjang teu
menang dipotong. Nu lain dilain keun, nu enya dienyakeun. (Gunung tidak
boleh dilebur, lembah tidak boleh dirusak, yang pendek tidak boleh disambung,
yang panjang tidak boleh dipotong, yang lain di lainkan dan yang iya di iyakan).
Ini menandakan bahwa sesungguhnya orang Baduy sudah jauh mengantisipasi bahaya-bahaya
alam yang bakal timbul jika manusia tidak lagi menghargai alam dan malah
merusak untuk keperluan jangka pendek.(UTEN SUTENDY) ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar