Darimana
sesungguhnya asal Orang Baduy, dan apa arti kata “baduy”? Dari beberapa
literatur yang ada
menjelaskan, istilah atau kata “baduy” diasumsikan dengan
“badwi” dalam bahasa Arab. Ada juga yang
bilang berasal dari bahasa Sunda, dari
sebutan “Cibaduy” (sebuah aliran sungai di Desa Kenekes) atau
berasal dari nama
sebuah Gunung Baduy. Menurut Ayah Artim, tokoh masyarakat Baduy Luar
(Kokolotan), kata “baduy” merupakan sebutan yang sudah ada sejak lama untuk
menyebut warga
pedalaman di Desa Kenekes yang memeluk ajaran Sunda Wiwitan.
Sedangkan
asal usul orang Baduy hingga kini masih dalam perdebatan sehingga menimbulkan
banyak versi yang berbeda satu dengan yang lain. Tetapi, menurut sesepuh Baduy
Dalam, diantaranya Jaro Nalim (Wakil Puun Kampung Cikartawana) dan para
kokolotan di Baduy Luar, orang Baduy bukanlah pelarian dari wilayah kekuasaan
Kerajaan Padjadjaran dan bukan pula keturunan dari Prabu Siliwangi sebagaimana
selama ini ditafsirkan oleh banyak orang luar. Menurut Jaro Nalim, orang Baduy adalah keturunan dari Nabi Adam
(Batara Tunggal), yakni manusia pertama di muka bumi. Atas kepercayaan ini
mereka mempertahankan ajaran dan adat istiadat untuk senantiasa
bertanggungjawab menjaga keutuhan dan kelestarian alam sebagai ciptaan Tuhan
yang telah memberikan kemakmuran bagi
umat manusia di muka bumi. Ajaran yang mereka anut itu disebut Sunda Wiwitan. Orang Baduy meyakini
ajaran Sunda Wiwitan sudah ada lebih
dulu dibandingkan dengan ajaran Hindu, Budha dan Islam yang tersebar di wilayah
Banten dan Indonesia.
Sunda
Wiwitan merupakan salah satu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau mereka
menyebutnya dengan Gusti Allah. Ajaran ini menekankan kepada tanggung jawab
manusia terhadap pemeliharaan dan pelestarian alam dan lingkungan.
Dalam kepercayaan orang Baduy, Sunda Wiwitan adalah ajaran yang dibawa oleh
Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diturunkan ke muka bumi untuk menikmati
segala isinya dan menjaga serta memelihara dengan baik, dengan tidak merusak
bagian bumi dan segala isinya. Sebagai umat Nabi Adam mereka berkeyakinan,
orang Baduy adalah komunitas yang paling
tua di dunia, sehingga umat nabi-nabi lain, seperti umat Muhammad adalah
saudara muda yang harus mereka nasehati dan hargai.
Dalam
ajaran Sunda Wiwitan tidak mengenal perintah untuk sembahyang seperti layaknya dalam ajaran agama-agama
lain. Ajaran ini tidak termasuk dalam kitab manapun, bahkan Sunda Wiwitan
sendiri tidak memiliki kitab suci seperti Al-qur’an, Injil, Taurat, dan
lain-lain. Ajaran-ajarannya dituturkan dan diajarkan secara turun temurun
kepada generasi berikut dari masa ke masa.
Dalam
prakteknya, ajaran ini bersatu dengan adat istiadat yang diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga nyaris tidak dapat dibedakan, mana ajaran Sunda
Wiwitan dan mana yang merupakan kebiasaan atau adat istiadat. Ajaran ini
menerangkan adanya malaikat dan para nabi, serta disebutkan pula ada tiga alam
yang akan dilalui oleh setiap manusia: terdiri dari Buana Panca Tengah atau
alam dunia, Buana Nyuncung atau alam kubur dan Buana Larang atau alam akherat, serta percaya kepada alam baka yang abadi
yang mereka sebut dengan Panjang Tujung Sampurna. Mereka juga meyakini
adanya surga dan neraka.
****
Sunda
Wiwitan merupakan ajaran yang ditinggalkan oleh nenek moyang sejak ratusan
tahun silam yang terus dipelihara hingga saat ini. Kepercayaan ini diturunkan
oleh Nabi Adam sebagai orang pertama yang diciptakan oleh Tuhan Gusti Allah
untuk mengurus bumi dan segala isinya. Berdasarkan keyakinan itu, orang Baduy
adalah umat Nabi Adam yang masih setia menjalankan ajaran dan kepercayaan yang
diturunkan Gusti Allah kepada Adam.
Mereka
mengakui adanya nabi Muhammad sebagai nabi terakhir yang diturunkan oleh Tuhan
dan mengakui umat Nabi Muhammad adalah saudara muda mereka. Sesuai dengan
ajaran yang dianut oleh nenek moyang sejak dulu, maka tugas mereka adalah
mengurus alam agar tetap lestari.
Berbeda
dengan ajaran agama dan kepercayaan lain di Indonesia, Sunda Wiwitan tidak
memiliki kitab suci. Ajarannya sejak dulu disampaikan melalui cara bertutur
pitutur yang dilakukan secara turun temurun. Keberadaan ajaran ini sudah ada
jauh sebelum manusia mengenal tulisan, agama, rumpun bahasa yang terstruktur
serta berada pada masa kebudayaan purba. Ini terlihat dari adat istiadat dan
kebiasaan mereka sehari-hari yang mengisyaratkan adanya nilai-nilai kehidupan
manusia pada masa purba yang sudah memiliki norma-norma luhur sebagai makhluk
sosial yang terorganisir dan saling memerlukan diantara satu dengan yang lain,
baik di dalam maupun di luar komunitas Baduy.
Begitu
pula halnya dengan bahasa yang mereka pergunakan, Sunda Buhun, adalah bahasa
Sunda paling kasar diantara bahasa Sunda lain. Bahasa Sunda Buhun tidak
berstruktur yang menunjukkan keberadaan mereka lebih tua, serta kebudayaan
mereka jauh berbeda dengan kebudayaan pada masa Hindu dan Budha atau Islam. Oleh
karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa Baduy adalah keturunan atau berasal
dari Padjadjaran yang melarikan diri ketika diserbu oleh kerajaan Islam, adalah
informasi yang sulit dibenarkan, karena mereka sudah ada jauh sebelum agama
Hindu, Budha dan Islam ada di muka bumi. Mereka adalah pengikut Nabi Adam yang
kini masih tersisa di muka bumi dan konsisten menjalankan ajaran Nabi Adam
sebagai nenek moyang. Namun para pakar dan peneliti belum mengetahui secara
pasti kapan dan di mana pertama kali mereka berada.
Sunda Wiwitan tidak mengenal perintah
untuk mensyiarkan ajaran kepada orang lain selain
untuk Orang Baduy sendiri, hanya diperuntukkan bagi mereka dan tidak untuk
orang lain atau tidak di daerah lain, hanya untuk di daerah Baduy sendiri.
Orang Baduy senantiasa mengindahkan ajaran tersebut dengan mendengar dan
mengikuti amanat dan nasihat dari karuhun atau nenek moyang atau juga
petuah-petuah yang disampaikan oleh Bares Kolot yang dianggap mengetahui segala
ikhwal tentang ajaran Sunda Wiwitan.
Menyebarkan
ajaran Sunda Wiwitan kepada orang lain di luar Baduy adalah hal yang ditabukan
atau dilarang oleh adat dan kepercayaan. Ajaran Sunda Wiwitan hanya dapat
dilaksanakan dan berlaku di tanah Baduy saja, tidak di daerah luar Baduy.
Alasannya rasional, mereka yang menganut ajaran Sunda Wiwitan, khususnya bagi
masyarakat di luar Baduy adalah suatu hal yang sangat sulit, karena harus
pindah dan tinggal di tanah Baduy, segala hidup dan berpakaian serta pekerjaan
yang dilakukan harus diubah mengikuti adat istiadat serta ajaran yang sesuai
dengan ajaran Sunda Wiwitan.
Ajaraan
Sunda Wiwitan ditanamkan sejak bayi hingga dewasa dan tua renta. Untuk menjaga
keutuhan ajaran, bagi warga yang hendak mengarungi kehidupan dan kebiasaan yang
berbeda dengan di lingkungan Baduy, mereka diperkenankan pindah ke luar dari
perkampungan dan dianggap sebagai bukan orang Baduy lagi, tapi sudah termasuk
masyarakat luar Baduy. Itulah bentuk hukuman atau sanksi bagi mereka yang
melanggar, harus dikenakan hukuman dan sanksi yang setimpal menurut hukum adat
dan ajaran. Bentuk hukuman yang berlaku diantaranya hukuman pengasingan dan
dikeluarkan dari wilayah Baduy. Tindakan itu diperlukan agar syiar ajaran Sunda
Wiwitan tetap abadi di tanah adat dalam kelompok kehidupan orang Baduy.
Syiar
ini dilakukan oleh dan kepada sesama mereka
dari zaman ke zaman dengan cara bertutur dan tanpa kitab suci sehingga keyakinan
mereka tetap rahasia dan tidak dapat disimpangsiurkan oleh siapapun, kecuali
ingatan dan hati serta pikiran mereka sendiri. Dengan demikian syiar ajaran
Sunda Wiwitan tetap murni dan abadi menjadi pedoman
hidup adat Baduy. (UTEN SUTENDY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar