Minggu, 12 Januari 2014

APA DAN SIAPA ORANG BADUY



Diantara Pintu Depan dan Belakang

  
Provinsi Banten adalah salah satu provinsi termuda di Indonesia, terletak di bagian Barat Pulau Jawa. Lahir pada tanggal 4 Oktober tahun 2000 sebagai Provinsi ke-30. Sebelumnya, Banten merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara topografi wilayah ini dibagi dua bagian besar antara wilayah dataran rendah dan daerah perbukitan. Dataran rendah terltak di sebelah barat, timur dan utara.  Di sebelah barat ada Kota Cilegon, sebelah timur Kota dan Kabupaten Tangerang, di sebelah utara merupakan daerah Kabupaten dan Kota Serang. Sedangkan di sebelah selatan merupakan wilayah perbukitan, mulai dari wilayah Gunung Honje di Kabupaten Pandeglang sampai dengan Gunung Halimun di Kabupaten Lebak.

Kabupaten Lebak adalah salah satu kabupaten di Provisi Banten yang wilayahnya paling luas kurang lebih 3.237,12 m2. Kabupaten ini kaya akan potensi sumber daya alam, khususnya barang tambang dan hasil pertanian. Wilayah ini dibatasi oleh Kabupaten Serang di sebelah utara, Kabupaten Pandeglang di sebelah barat, Samudera Indonesia di sebelah selatan dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah timur. Di daerah inilah tersimpan misteri kehidupan suku pedalaman, Suku Baduy (Orang Baduy). Sebuah komunitas masyarakat tradisional yang selalu menjadi daya tarik orang luar dan tak pernah berhenti menjadi bahan diskusi sebagian besar para ahli arkeologi, sejarawan, budayawan, mahasiswa, pelajar, dan wisatawan yang ingin tahu tentang kehidupan mereka yang sesungguhnya.

Komunitas Suku Baduy menetap di areal tanah warisan nenek moyang, terletak di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Leuwidamar adalah salah satu dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak. Sedangkan Desa Kenekes adalah satu dari 295 desa dan 5 kelurahan di Kabupaten Lebak. Letak geografis desa ini berbatasan dengan Desa Parakan, Desa Kebon Cau, dan Desa Karang Nunggal, Kecamatan Bojong Manik di sebelah barat. Sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang Combong dan Desa Cilebang. Sementara di sebelah Selatan dibatasi oleh wilayah Desa Cikadu Kecamatan Cijaku. Dan di sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Cisimeut, Desa Bojong Menteng dan Desa Nagayati, Kecamatan Leuwidamar.

Untuk sampai ke lokasi Perkampungan Orang Baduy dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama kurang lebih empat-lima jam perjalanan dari Jakarta dengan jarak tempuh 173 km atau sekitar 37 km dari Kota Rangkasbitung. Dari Jakarta menuju Kota Rangkasbitung, ibu kota Kabupaten Lebak, dapat melalui dua jalur: jalur jalan bebas hambatan Jakarta-Merak keluar di pintu Tol Balaraja Timur langsung menuju ke Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang. Dari sini bisa langsung ke Kota Rangkasbitung dengan jarak tempuh sekitar 30 km selama kurang lebih 1,5 jam. Atau, bisa juga melalui jalur bebas hambatan Jakarta-Merak kemudian keluar di pintu Tol Serang Timur, menuju ke arah Rangkasbitung melalui Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, selama satu jam sepanjang 40 km. Perjalanan dilanjutkan ke arah Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.

Banyak orang mengira kalau pintu masuk ke Perkampungan Orang Baduy seolah-olah hanya bisa melalui Kampung Ciboleger, Desa Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar. Jalur ini memang menjadi pintu utama untuk masuk  ke Perkampungan Baduy, karenanya jalur ini paling padat dan ramai dilalui wisatawan yang ingin masuk ke Perkampungan Baduy. Padahal saat pengunjung datang dari arah Rangkasbitung sampai di sebuah pertigaan Kota Kecamatan Leuwidamar, ada dua jalur yang bisa ditempuh : melalui jalur Kampung Ciboleger atau jalur Desa Pasir Nangka dan Desa Nangerang. Sebagian orang menyebut jalur Ciboleger merupakan jalur pintu depan atau jalur wisata. Sedangkan jalur Pasir Nangka dan Desa Nangerang, sering disebut orang sebagai jalur pintu belakang, atau pintu dapur.

Melalui jalur Ciboleger ibarat memasuki rumah orang lewat halaman dan pintu depan. Sebagai pintu atau wajah depan Perkampungan Baduy, Ciboleger ditata sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan yang hendak berkunjung ke perkampungan Baduy. Di sini ada pintu gerbang dengan tulisan “welcome to Baduy”. Terdapat terminal bus, tempat penitipan kendaraan, warung-warung yang menyediakan aneka makanan dan souvenir khas Baduy, serta guide dan tukang pikul dengan tarif yang sudah ditentukan. Begitu tiba di Terminal Ciboleger, pengunjung disambut oleh penduduk yang menawarkan aneka jasa untuk berkunjung mengelilingi perkampungan Baduy.

Batas antara Ciboleger dengan perkampungan adat Baduy ditandai dengan sebuah tugu yang terbuat dari tembok bata dengan lambang beberapa batang pohon bambu. Tugu ini berdiri tegak di ujung jalan, tepat di pintu gerbang masuk ke Perkampungan Orang Baduy yang paling depan atau yang terluar yaitu Kampung Kadu Ketug (Baduy Luar). Di antara dinding tugu dan pintu gerbang terdapat tulisan berisi peringatan dan pemberitahuan kepada para pengunjung tentang ketentuan-ketentuan adat Baduy yang harus dipatuhi oleh tiap pengunjung. Misalnya, dilarang membawa senapan, obat-obat terlarang, mandi menggunakan sabun di sungai, membuang sampah sembarangan, memotong, memetik, atau mengambil buah-buah dan pohon-pohon yang tumbuh, memotret orang dan lokasi Baduy Dalam, orang asing (warga negara dari negara lain) tidak diperkenankan masuk ke Baduy Dalam, dan lain-lain.

Begitu melangkah masuk melewati pintu dan tugu pembatas, pengunjung menyaksikan pemandangan Kampung Baduy Luar Kaduketug seperti sebuah pasar yang cukup sibuk. Para perempuan Baduy asyik membuat tenunan kain dengan alat tradisional di teras rumah masing-masing. Sementara emperan rumah-rumah adat Baduy yang berjejer rapih dimanfaatkan oleh pedagang, umumnya berasal dari luar Baduy, sebagai tempat berjualan berbagai barang khas kerajinan Baduy: selendang, pakaian, hasil tenunan, aneka souvenir hasil kerajinan dari kayu dan bambu khas Baduy, dan lain-lain. Para pedagang itu tak henti-henti menawarkan barang dagangan kepada tiap pengunjung yang datang.

Sekitar setengah jam berjalan kaki dari Kampung Kaduketug, menaiki bukit, pengunjung akan menjumpai sebuah perkampungan Baduy Luar yang lain, Kampung Gazeboh. Sebuah perkampungan di sebuah lembah yang subur dan rindang, persis berada di pinggir Sungai Ciujung. Jalur jalan di tengah kampung ini merupakan jalur utama yang menjadi tempat lalulalang para pengunjung dan orang Baduy yang keluar-masuk ke dan dari Ciboleger.

Gazeboh adalah sebuah kampung Baduy yang terbuka dan tampak lebih “modern” di bandingkan kampung-kampung Baduy luar lain. Anak-anak muda pria warga kampung sudah mengenal cara berpakaian orang kota. Mengenakan kalung dan gelang tangan dari bahan logam, baju dengan banyak motif, potongan rambut berjambul, dan cara bicara yang relatif lebih berani dan terbuka. Di sini tersedia warung, menyediakan barang-barang cukup beragam. Rumah-rumah warga tertata rapih yang sebagian besar menjadi  tempat transit, tempat menginap sementara, bagi para pengunjung yang datang dan akan melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat lain di wilayah Baduy. Sedangkan para laki-laki dewasa sudah piawai melayani pengunjung, berperan sebagai guide. Mereka  umumnya memiliki jaringan “pasar” sendiri-sendiri.

Masuk melalui jalur Ciboleger dan transit di Kampung Gazeboh sangat ideal untuk menjadi pilihan. Dari sini perjalanan bisa dilanjutkan ke perkampungan lain dengan relatif lebih mudah. Jalur jalan menuju ke perkampungan-perkampungan Baduy tertata dengan baik dan ruas jalan cukup lebar, walau agak jauh dan tetap saja harus menaiki banyak bukit serta menuruni lembah curam, melintasi  jalan-jalan terjal bebatuan dan sangat licin bila hujan turun. Harus menyeberangi beberapa anak sungai dan menaiki sebuah jalan tanjakan tembayang, jalan setapak dengan kemiringan hampir 90 derajat sepanjang kurang lebih 500 meter. Inilah sebuah tanjakan yang paling ditakuti oleh pengunjung dari luar yang datang. Tetapi tidak usah khawatir, selama dalam perjalanan menuju Baduy Dalam, pengunjung disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan. Hutan masih asri dan perawan, sungai-sungai yang airnya amat jernih dengan batu-batu besar berserakan, pancuran air dan mata air ada di setiap sudut kampung, serta hamparan huma tanaman padi darat menghiasi bukit dan gunung-gunung.

Ada tiga perkampungan Baduy Dalam yang sering menjadi obsesi bagi tiap pengunjung yang datang ke Baduy, Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana. Para pengunjung merasa seperti belum sah dan belum merasa puas bila belum berhasil mengunjungi perkampungan Baduy Dalam. Tetapi kenyataannya sedikit yang bisa berhasil sampai ke tiga wilayah Perkampungan Baduy Dalam, kecuali  ke Cibeo yang relatif mudah dijangkau. Menuju ke Kampung Cibeo dapat ditempuh dengan jalan kaki selama kurang lebih tiga jam (menurut ukuran jalan kaki orang luar) dari Kampung Gazeboh. Cibeo lebih terbuka untuk umum (kecuali untuk orang asing), karena itu menjadi kampung Baduy Dalam yang paling ramai dan sering dikunjungi para wisatawan. Penduduk asli Cibeo sudah terbiasa menerima tamu dari berbagai suku dan daerah. Mereka menyediakan rumahnya untuk tempat istirahat para tamu, atau menawarkan jasa guide selain dapat memberikan informasi secara lebih terbuka kepada para pendatang tentang segala hal menyangkut  kehidupan orang Baduy.

Berbeda dengan jalur Ciboleger atau Gazeboh, melalui jalur Desa Pasir Nangka dan Desa Nangerang atau jalur “pintu belakang,” pengunjung bisa mencapai Perkampungan Baduy Dalam dengan relatif mudah. Ibarat masuk ke rumah orang melalui pintu belakang, bisa langsung masuk dan melihat “dapur” nya Baduy, yakni Kampung Baduy Dalam Cikartawana, Cibeo dan Cikeusik. Menuju ke lokasi tersebut tidak serepot dan sejauh lewat jalur pintu depan. Dari Desa Pasir Nangka perjalanan dapat dilanjutkan ke Baduy Dalam melalui jalan dua arah. Pertama, melewati Kampung Cicakal Girang (Kampung Suku Baduy Islam) yang bisa dilalui dengan berjalan kaki selama kurang lebih dua jam, atau menaiki kendaraan roda dua (motor ojeg) sepanjang lima kilometer selama 30 menit melewati ruas jalan cukup lebar tetapi penuh dengan tanjakan dan bebatuan yang belum bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Dari Kampung Cicakal Girang, pengunjung langsung masuk ke Perkampugan Baduy Dalam Cikartawana, melewati beberapa Kampung Baduy Luar, diantaranya Kampung Cipaler, selama kurang lebih dua jam berjalan kaki, menyusuri jalan setapak, menaiki beberapa gunung, dan lembah sebelum sampai ke Cikartawana dan Cikeusik.

Jalur kedua melalui Desa Nangerang. Dari Desa Pasir Nangka ke Desa Nangerang, ditempuh menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua sampai batas kampung Nangerang. Kendaraan bisa dititipkan dan diparkir di depan halaman rumah penduduk. Lalu perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki, melalui jalur setapak menembus bukit-bukit kecil, menyeberangi sungai, menerobos semak belukar untuk bisa langsung menuju ke Perkampungan Wilayah Baduy Dalam Cikartawana, tanpa melewati Perkampungan Baduy Luar. Lama perjalanan kurang lebih dua jam.

Seluruh wilayah perkampungan Baduy berada di kawasan hutan lindung, dikelilingi hutan-hutan lebat, gunung dan bukit, dilintasi oleh beberapa anak sungai. Untuk mencapai perkampungan Baduy Dalam sebenarnya tidak ada jalur atau jalan yang tetap, apalagi jalur tetap untuk kendaraan jenis apapun. Jalur jalan yang biasa dilalui oleh Orang Baduy relatif banyak dan dari waktu ke waktu bisa berganti. Ada jalur yang pendek dengan melewati hutan dan menaiki bukit terjal, atau menyeberangi arus deras air sungai, dan ada jalur yang tidak melalui bukit terjal atau menyeberangi sungai deras, jalannya datar, tidak melalui hutan, namun jaraknya lebih jauh. Jika pengunjung salah memilih jalan, bisa-bisa terjebak masuk ke dalam hutan, atau menemui jalan yang berbukit tinggi dan terjal, berliku-liku. Tetapi, orang Baduy selalu punya banyak jalan alternatif, untuk menghindari jalan-jalan terjal dan berbukit tinggi, melingkar-lingkar hingga terlalu jauh. Karena itu, diperlukan guide (penunjuk jalan) bagi mereka yang pertama kali berkunjung ke Baduy.  (UTEN SUTENDY)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar