Sabtu, 11 Januari 2014

YANG LUAR MENJAGA YANG DALAM

Di Cikartawana kami bertemu dengan Jaro Nalim, seorang wakil Puun Kampung Baduy Dalam Cikartawana. Laki-laki berumur sekitar 50 tahun itu tampak sehat bugar, dan gagah. Kulit wajahnya putih bersih kemerahan dengan bibir merah oleh warna getah pinang yang biasa ia makan dicampur dengan daun sirih. Rambutnya panjang disanggul seperti yang dilakukan seorang perempuan. Pria ini memiliki tubuh yang sehat, tegap, padat berisi, dan kekar dengan dada bidang yang selalu dibiarkan terbuka. “Kumaha Abah sehat? (bagaimana Abah sehat)” saya menyapa lebih dahulu saat bertemu di sebuah saung miliknya di tengah huma yang jauh dari kampung. Setelah memperhatikan siapa saja yang datang, pria itu menjawab sapaan ku dengan suara kalem, tenang, menggunakan logat bahasa sunda khas Baduy. “ Seeeehat nu sehaaat mah (sehat yang sehat mah),” jawabnya singkat sambil merapihkan baju warna putih khas Baduy Dalam yang ia kenakan. Kami hanyut dalam obrolan panjang dan serius, membicarakan soal penduduk dan kehidupan Orang Baduy Luar dan Baduy Dalam.

Jaro menjelaskan, dari total jumlah penduduk Baduy yang berjumlah 11 ribu jiwa, komunitas Baduy dibagi ke dalam dua bagian: masyarakat Baduy Dalam dan Masyarakat Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam tinggal terpisah dengan Baduy Luar. Mengambil posisi sentral, berada di tengah-tengah Desa Kenekes. Total Masyarakat Baduy Dalam 1.050 jiwa, dibagi ke dalam tiga kelompok kampung, Kampung Cibeo (507 jiwa), Kampung Cikeusik (388 jiwa) dan Kampung Cikartawana (158 jiwa).

Meskipun Baduy Dalam dan Baduy Luar dipisahkan oleh sedikit cara mereka hidup, tetapi dalam keyakinan dan adat, menurut Jaro Nalim, tetap masyarakat Baduy Dalam lah sebagai sumber keyakinan, kepercayaan dan adat bagi seluruh masyarakat Baduy. Seorang Puun (orang yang dituakan dan yang dipercaya sebagai pemimpin) hanya ada di Baduy Dalam (Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana). Ketiga Puun menjadi tempat bertanya, berlindung dan penentu keputusan adat, sekaligus sebagai guru spiritual yang dihormati dan disegani bagi seluruh warga Baduy Dalam maupun Baduy Luar.

Ketiga Pu’un mempunyai fungsi dan peran yang berbeda-beda. Menurut Jaro Nalim, Puun Kampung Cikeusik mempunyai tugas dan fungsi sebagai penanggung jawab dalam hal spiritual keagamaan. Karena itu, Kampung Cikeusik tidak terbuka untuk umum dan letaknya agak jauh, berada di sebuah lokasi yang sulit dijangkau oleh pengunjung dari luar. Sedangkan Puun dari Kampung Cibeo bertugas sebagai penanggungjawab dalam hal memelihara dan menjaga serta melaksanakan pelayanan  untuk warga. Itu sebabnya Kampung Cibeo mudah dijangkau oleh pengunjung yang datang dari luar. Adapun Puun dari Kampung Cikartawana bertanggung jawab dalam hal perlindungan kawasan hutan Baduy. Baduy Dalam adalah masyarakat Baduy asli yang masih menjaga keutuhan nilai-nilai kebudayaan secara sungguh-sungguh. Penampilan dan tata cara mereka hidup agak berbeda dengan masyarakat Baduy Luar.
Posisi Kampung Baduy Luar menyebar dan melingkari keberadaan tiga Kampung Baduy Dalam. Kampung Baduy Luar terbagi ke dalam 52 kampung. Diantaranya Kampung Kaduketug Tonggoh, Babakan Cipondok, Kaduketug Landeu, Kadujangkung, Cihulu, Karahkal, Cigula, Kaduketer, Ciwaringin, Sorkokod, Gerendeng, dan lain-lain. Satu kampung lain yang dihuni oleh orang luar Baduy ialah Kampung Cicakal Girang.

Jumlah kampung di Baduy Dalam tidak mengalami perubahan dari masa ke masa, sedangkan jumlah Kampung Baduy Luar mengalami penambahan seiring dengan pertambahan penduduk di sekitar Desa Kenekes. Kampung-Kampung Baduy Luar mempunyai tugas menjaga dan melindungi keberadaan kampung Baduy Dalam. Ini dimaksudkan agar keutuhan nilai-nilai ke-Baduy-an tetap utuh dan lestari hingga akhir zaman. Orang Baduy meyakini, para orang tua di Baduy Dalam adalah “orang suci” yang sedang bertapa, menjaga pancer bumi dan secara intensif melakukan komunikasi bathin dengan Tuhan dan alam. Banyak orang dari luar yang datang ke Baduy Dalam untuk menyampaikan permintaan atau belajar ilmu kebathinan, karena menganggap Orang Baduy Dalam sebagai orang suci, bersih. Kesucian dan kebersihan jiwa mereka dianggap bisa langsung berhubungan dengan Tuhan dan bisa merasakan getaran alam, serta mampu membaca tanda-tanda zaman.

Karena lokasi Baduy Dalam ada di tengah-tengah, untuk sampai ke sana, harus melewati Perkampungan Baduy Luar yang berfungsi semacam saringan atau penjaga bagi orang luar yang hendak masuk ke Baduy Dalam. Karena itu, ada kelompok-kelompok orang yang tidak diperkenankan masuk ke dalam perkampungan Baduy Dalam, cukup sampai perkampungan Baduy Luar bila ingin mengetahui atau mengenal tentang Baduy.(UTEN SUTENDY)***

1 komentar:

  1. Apa benar selain pejabat/pemerintah,orang biasa tidak di perkenankan bertemu pu'un. Karena beberapa waktu yang lalu saya mendapat informasi dari salah satu agency open trip.

    BalasHapus