Jumat, 10 Januari 2014

MELIHAT DUNIA LUAR DENGAN BATIN


Radio dan televisi termasuk bagian dari barang-barang elektronik modern yang tidak boleh dibawa masuk ke wilayah perkampungan Baduy. Selain di sana tidak ada aliran listrik, juga karena radio dan televisi termasuk barang yang “haram” untuk dimiliki.

Tentu dengan argumentasi yang cukup rasional. Larangan terhadap televisi dan radio berkaitan dengan upaya mereka menjaga keseimbangan hubungan antar manusia dan menjaga agar pikiran dan hati mereka tetap terjaga dari kemungkinan munculnya keinginan-keinginan baru yang tak terkendali. Televisi dan radio itu memang sesuatu yang positif dan baik sebagai sumber informasi dan komunikasi yang efektif. Tetapi bagi mereka, sesuatu yang positif itu belum tentu cocok dan pas untuk diterapkan di lingkungan masyarakat Baduy yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai penjaga keutuhan nilai “ke-Baduy-an.”

Namun begitu, jangan dikira orang-orang Baduy tidak banyak mengetahui perkembangan dunia luar. Dengan caranya sendiri yang sulit diterjemahkan dengan bahasa ilmiah, para tetua dan sesepuh mereka dapat mendengar, melihat dan merasakan peristiwa–peristiwa yang terjadi di luar lingkungan Baduy secara cepat dan tepat. Kerusakan hutan di sekitar gunung dan hutan di luar Baduy di wilayah Banten dan Jawa Barat, akan dengan cepat diketahui, dan biasanya mereka terus bergerak melakukan koordinasi dengan pihak terkait di pemerintahan untuk melakukan pencegahan dan pembenahan. Mereka juga bisa dengan cepat mengetahui dan merasakan bila akan terjadi suatu peristiwa alam, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan banjir di suatu tempat di tanah air.

Pengetahuan dan perasaan tentang gejala alam tersebut lalu disampaikan langsung kepada pemerintah, agar pemerintah bisa segera mengantisipasi suatu peristiwa bencana yang akan menimbulkan banyak kerugian. Tetapi informasi yang mereka sampaikan sering kurang mendapat tanggapan dan respon positif dari banyak kalangan pejabat, karena tidak didukung oleh data-data sebagaimana biasa disampaikan oleh para ilmuwan atau peneliti.

Pengetahuan dan perasaan Orang Baduy terhadap gejala-gejala alam memang bukan berdasarkan keilmuan dan teknologi, melainkan berdasarkan suasana kebatinan dan naluri sebagai manusia yang dekat dan menyatu dengan alam, pohon, sungai, gunung dan batu. Mereka bagian dari alam yang tak terpisahkan. Gerak-gerik alam yang bakal menimbulkan musibah dengan sendirinya akan mereka rasakan sendiri. Sama seperti makhluk-makhluk hutan lain ketika akan terjadi gempa, gunung meletus atau tsunami. Ketika sebuah gunung akan meletus dan terjadi gempa bumi, beberapa hari sebelumnya hewan–hewan itu keluar dari persembunyian di hutan secara serempak. Burung-burung beterbangan mencari tempat lain. Ikan-ikan bermunculan di pinggir pantai, dan lain-lain. Ingat, cerita banyak orang ketika tsunami di Aceh dimana sebelumnya diceritakan banyak ikan-ikan besar dan kecil yang tidak seperti biasanya datang ke pinggir pantai sesaat sebelum ombak tsunami datang menerjang Aceh. Atau cerita lain, sebelum tsunami datang, kumpulan burung-burung di hutan berterbangan secara bergerombol menuju lokasi lain.

Sesungguhnya cerita di atas adalah bagian dari gejala alam dan respon sesama makhluk Tuhan untuk saling memberi tahu bahwa akan terjadi sebuah musibah yang harus dihindari. Tetapi, manusia yang merasa modern sering lupa diri. Informasi dari burung, ikan, monyet, harimau, dan termasuk dari Orang Baduy sebagai penghuni dan penjaga hutan, diabaikan begitu saja. Maka, musibah pun terjadi di mana-mana dengan korban jiwa yang tak bisa dihindari.

Orang Baduy memiliki prinsif, bila ingin mengetahui informasi tertentu, mereka akan mendatangi tempat atau orang-orang yang dianggap lebih mengetahui. Dimana pun orang itu berada, di Jakarta, Bandung, Bogor, dan di kota-kota lain, mereka akan mendatangi dengan berjalan kaki selama berhari-hari menempuh jalan panjang ratusan kilo meter. Informasi yang mereka peroleh itu kemudian disampaikan kepada masyarakat dan sesepuh Baduy sebagai pengetahuan.

Orang Baduy adalah orang-orang yang bersifat aktif dan menjadi subyek dalam informasi dan komunikasi. Mereka tidak ingin mendengar dan melihat sesuatu jika tidak ada keinginan dan keperluan untuk melihat dan mendengar sesuatu. Berbeda dengan orang luar yang menganggap diri modern, hampir tiap hari dan jam, informasi masuk melalui radio dan televisi. Hampir-hampir telinga dan mata kita tidak bisa melihat yang lain kecuali radio, televisi, komputer, internet dan lain-lain. Rumah-rumah orang kota dijejali berbagai teknologi informasi yang memungkinkan macam-macam info dari dunia luar dan dunia maya masuk yang isinya jauh dari kebutuhan dan keperluan hidup mereka yang sesungguhnya. Mereka seolah-olah tidak bisa menghindar bahkan tidak bisa berkutik sama sekali dari “serangan” informasi tersebut, sehingga banyak diantara orang kota kehilangan kepercayaan diri, harga diri dan akhirnya benar-benar teralienasi (terpinggirkan dari kesadaran diri sendiri), menjadi orang yang tidak mengetahui siapa sesungguhnya mereka (disorientasi), untuk apa mereka ada dan kemana selanjutnya mereka akan pergi.

Oleh karena itu, mendengar radio dan menonton televisi dimana pun, menurut Orang Baduy bisa membahayakan keutuhan masyarakat adat Baduy baik sebagai individu manusia maupun sebagai komunitas budaya, adat dan agama. Dengan mendengar radio dan menonton televisi, orang akan banyak mendengar dan melihat sesuatu yang baru, merangsang munculnya banyak keingintahuan dan keinginan merasakan apa yang didengar dan dilihat dari radio dan televisi.

Bila hal itu terus menerus merasuki hati dan pikiran selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun, akan menimbulkan semakin banyak keinginan yang muncul dan berkembang hingga tak mampu dikontrol. Ingin makanan yang lebih enak, ingin baju yang lebih bagus, ingin rumah, ingin mobil, jalan-jalan lebih jauh dan ingin segala hal yang bersifat kebendaan (materialistik) dan yang mengenakan raga sesaat (hedonistik).

Kalau sudah banyak muncul keinginan, maka hati dan pikiran akan terganggu. Mereka khawatir muncul keinginan untuk melakukan segala sesuatu di luar kebiasaan. Bila hal itu diteruskan akan menganggu hubungan antar manusia di antara orang-orang Baduy sendiri dan hubungan orang Baduy dengan alam lingkungan. Mereka akan malas membawa golok dan berjalan kaki ke tengah hutan untuk membuka lahan, menanam padi di huma. Mereka juga akan malas menjaga dan melestarikan hutan yang justru menjadi bagian terpenting dari tugas dan fungsi keberadaan orang Baduy di muka bumi.

Mereka menilai, kerusakan alam, hutan digunduli, sungai dan laut menjadi kotor berlimbah, isi perut bumi dikeruk, itu karena orang-orang luar terlalu banyak memiliki keinginan yang sesungguhnya berada jauh di luar kemampuan dan kebutuhan untuk hidup sehari-hari, sebuah gejala materialisme dan hedonisme yang kini berkembang di kalangan masyarakat modern.

Keinginan untuk mendengar dan memiliki radio, menonton televisi di rumah-rumah mereka atau di kampung-kampung tetangga, adalah sesuatu yang harus mereka tahan dan tidak boleh berkembang agar tidak muncul keinginan-keinginan baru yang bisa merusak perasaan dan pikiran mereka sebagai penjaga, pelindung keutuhan dan kelestarian lingkungan (UTEN SUTENDY)(**).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar