Sabtu, 11 Januari 2014

TITISAN NABI ADAM

Darimana sesungguhnya asal Orang Baduy, dan apa arti kata “baduy”? Dari beberapa literatur yang ada
menjelaskan, istilah atau kata “baduy” diasumsikan dengan “badwi” dalam bahasa Arab. Ada juga yang 
bilang berasal dari bahasa Sunda, dari sebutan “Cibaduy” (sebuah aliran sungai di Desa Kenekes) atau 
berasal dari nama sebuah Gunung Baduy. Menurut Ayah Artim, tokoh masyarakat Baduy Luar 
(Kokolotan), kata “baduy” merupakan sebutan yang sudah ada sejak lama untuk menyebut warga 
pedalaman di Desa Kenekes yang memeluk ajaran Sunda Wiwitan.

Sedangkan asal usul orang Baduy hingga kini masih dalam perdebatan sehingga menimbulkan banyak versi yang berbeda satu dengan yang lain. Tetapi, menurut sesepuh Baduy Dalam, diantaranya Jaro Nalim (Wakil Puun Kampung Cikartawana) dan para kokolotan di Baduy Luar, orang Baduy bukanlah pelarian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Padjadjaran dan bukan pula keturunan dari Prabu Siliwangi sebagaimana selama ini ditafsirkan oleh banyak orang luar. Menurut Jaro Nalim,  orang Baduy adalah keturunan dari Nabi Adam (Batara Tunggal), yakni manusia pertama di muka bumi. Atas kepercayaan ini mereka mempertahankan ajaran dan adat istiadat untuk senantiasa bertanggungjawab menjaga keutuhan dan kelestarian alam sebagai ciptaan Tuhan yang telah memberikan kemakmuran bagi umat manusia di muka bumi. Ajaran yang mereka anut itu disebut Sunda Wiwitan. Orang Baduy meyakini ajaran Sunda Wiwitan  sudah ada lebih dulu dibandingkan dengan ajaran Hindu, Budha dan Islam yang tersebar di wilayah Banten dan Indonesia.

Sunda Wiwitan merupakan salah satu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau mereka menyebutnya dengan Gusti Allah. Ajaran ini menekankan kepada tanggung jawab manusia terhadap pemeliharaan dan pelestarian alam dan lingkungan. Dalam kepercayaan orang Baduy, Sunda Wiwitan adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diturunkan ke muka bumi untuk menikmati segala isinya dan menjaga serta memelihara dengan baik, dengan tidak merusak bagian bumi dan segala isinya. Sebagai umat Nabi Adam mereka berkeyakinan, orang Baduy adalah komunitas yang  paling tua di dunia, sehingga umat nabi-nabi lain, seperti umat Muhammad adalah saudara muda yang harus mereka nasehati dan hargai.

Dalam ajaran Sunda Wiwitan tidak mengenal perintah untuk sembahyang seperti layaknya dalam ajaran agama-agama lain. Ajaran ini tidak termasuk dalam kitab manapun, bahkan Sunda Wiwitan sendiri tidak memiliki kitab suci seperti Al-qur’an, Injil, Taurat, dan lain-lain. Ajaran-ajarannya dituturkan dan diajarkan secara turun temurun kepada generasi berikut dari masa ke masa.

Dalam prakteknya, ajaran ini bersatu dengan adat istiadat yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga nyaris tidak dapat dibedakan, mana ajaran Sunda Wiwitan dan mana yang merupakan kebiasaan atau adat istiadat. Ajaran ini menerangkan adanya malaikat dan para nabi, serta disebutkan pula ada tiga alam yang akan dilalui oleh setiap manusia: terdiri dari Buana Panca Tengah atau alam dunia, Buana Nyuncung atau alam kubur dan Buana Larang atau alam akherat, serta percaya kepada alam baka yang abadi yang mereka sebut dengan Panjang Tujung Sampurna. Mereka juga meyakini adanya surga dan neraka.
                                                            ****

Sunda Wiwitan merupakan ajaran yang ditinggalkan oleh nenek moyang sejak ratusan tahun silam yang terus dipelihara hingga saat ini. Kepercayaan ini diturunkan oleh Nabi Adam sebagai orang pertama yang diciptakan oleh Tuhan Gusti Allah untuk mengurus bumi dan segala isinya. Berdasarkan keyakinan itu, orang Baduy adalah umat Nabi Adam yang masih setia menjalankan ajaran dan kepercayaan yang diturunkan Gusti Allah kepada Adam.

Mereka mengakui adanya nabi Muhammad sebagai nabi terakhir yang diturunkan oleh Tuhan dan mengakui umat Nabi Muhammad adalah saudara muda mereka. Sesuai dengan ajaran yang dianut oleh nenek moyang sejak dulu, maka tugas mereka adalah mengurus alam agar tetap lestari.
             
Berbeda dengan ajaran agama dan kepercayaan lain di Indonesia, Sunda Wiwitan tidak memiliki kitab suci. Ajarannya sejak dulu disampaikan melalui cara bertutur pitutur yang dilakukan secara turun temurun. Keberadaan ajaran ini sudah ada jauh sebelum manusia mengenal tulisan, agama, rumpun bahasa yang terstruktur serta berada pada masa kebudayaan purba. Ini terlihat dari adat istiadat dan kebiasaan mereka sehari-hari yang mengisyaratkan adanya nilai-nilai kehidupan manusia pada masa purba yang sudah memiliki norma-norma luhur sebagai makhluk sosial yang terorganisir dan saling memerlukan diantara satu dengan yang lain, baik di dalam maupun di luar komunitas Baduy.

Begitu pula halnya dengan bahasa yang mereka pergunakan, Sunda Buhun, adalah bahasa Sunda paling kasar diantara bahasa Sunda lain. Bahasa Sunda Buhun tidak berstruktur yang menunjukkan keberadaan mereka lebih tua, serta kebudayaan mereka jauh berbeda dengan kebudayaan pada masa Hindu dan Budha atau Islam. Oleh karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa Baduy adalah keturunan atau berasal dari Padjadjaran yang melarikan diri ketika diserbu oleh kerajaan Islam, adalah informasi yang sulit dibenarkan, karena mereka sudah ada jauh sebelum agama Hindu, Budha dan Islam ada di muka bumi. Mereka adalah pengikut Nabi Adam yang kini masih tersisa di muka bumi dan konsisten menjalankan ajaran Nabi Adam sebagai nenek moyang. Namun para pakar dan peneliti belum mengetahui secara pasti kapan dan di mana pertama kali mereka berada.

Sunda Wiwitan tidak mengenal perintah untuk mensyiarkan ajaran kepada orang lain selain untuk Orang Baduy sendiri, hanya diperuntukkan bagi mereka dan tidak untuk orang lain atau tidak di daerah lain, hanya untuk di daerah Baduy sendiri. Orang Baduy senantiasa mengindahkan ajaran tersebut dengan mendengar dan mengikuti amanat dan nasihat dari karuhun atau nenek moyang atau juga petuah-petuah yang disampaikan oleh Bares Kolot yang dianggap mengetahui segala ikhwal tentang ajaran Sunda Wiwitan.

Menyebarkan ajaran Sunda Wiwitan kepada orang lain di luar Baduy adalah hal yang ditabukan atau dilarang oleh adat dan kepercayaan. Ajaran Sunda Wiwitan hanya dapat dilaksanakan dan berlaku di tanah Baduy saja, tidak di daerah luar Baduy. Alasannya rasional, mereka yang menganut ajaran Sunda Wiwitan, khususnya bagi masyarakat di luar Baduy adalah suatu hal yang sangat sulit, karena harus pindah dan tinggal di tanah Baduy, segala hidup dan berpakaian serta pekerjaan yang dilakukan harus diubah mengikuti adat istiadat serta ajaran yang sesuai dengan ajaran Sunda Wiwitan.

Ajaraan Sunda Wiwitan ditanamkan sejak bayi hingga dewasa dan tua renta. Untuk menjaga keutuhan ajaran, bagi warga yang hendak mengarungi kehidupan dan kebiasaan yang berbeda dengan di lingkungan Baduy, mereka diperkenankan pindah ke luar dari perkampungan dan dianggap sebagai bukan orang Baduy lagi, tapi sudah termasuk masyarakat luar Baduy. Itulah bentuk hukuman atau sanksi bagi mereka yang melanggar, harus dikenakan hukuman dan sanksi yang setimpal menurut hukum adat dan ajaran. Bentuk hukuman yang berlaku diantaranya hukuman pengasingan dan dikeluarkan dari wilayah Baduy. Tindakan itu diperlukan agar syiar ajaran Sunda Wiwitan tetap abadi di tanah adat dalam kelompok kehidupan orang Baduy.

Syiar ini dilakukan oleh dan kepada sesama mereka dari zaman ke zaman dengan cara bertutur dan tanpa kitab suci sehingga keyakinan mereka tetap rahasia dan tidak dapat disimpangsiurkan oleh siapapun, kecuali ingatan dan hati serta pikiran mereka sendiri. Dengan demikian syiar ajaran Sunda Wiwitan tetap murni dan abadi menjadi pedoman hidup adat Baduy.(UTEN SUTENDY)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar