Jumat, 10 Januari 2014

MERAWAT TUBUH BUMI


Ada kegelisahan diantara para tokoh adat Baduy melihat perkembangan dan perilaku orang luar yang melakukan eksploitasi alam lingkungan demi mengejar keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak yang  ditimbulkan “Makin lieur mikireun tingkah laku orang luar” (makin pusing memikirkan perilaku orang luar)”, kata Jaro Nalim.

Hutan-hutan di sekitar dekat wilayah Baduy mulai digunduli, pohon-pohon yang tumbuh ditebang sampai habis. Minyak yang ada di perut bumi terus dieksploitasi untuk kebutuhan industri. Batubara, emas, perak, tembaga, dan batu-batu yang menjadi penopang lapisan tanah terus “dicuri” untuk memenuhi di luar kebutuhan dasar umat manusia yang sesungguhnya, tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem dan dampak lingkungan yang diakibatkan. Maka, musibah alam pun terus berdatangan silih berganti. Musibah demi musibah alam yang menimpa orang luar, merupakan akibat langsung dari makin hilangnya keseimbangan ekosistem alam akibat kerakusan manusia. Jika alam terus dirusak maka kehidupan manusia pun akan rusak.

Sebagaimana dituturkan Jaro Nalim, bumi dengan segala isinya yang dihuni oleh manusia dan mahluk Tuhan lain, ibarat tubuh manusia. Mempunyai jantung, pusar, rambut, urat, perut, daging, tulang dan saripati tubuh. Satu dengan yang lain saling berkaitan dan saling membutuhkan sebagaimana juga yang berlaku dalam susunan anatomi tubuh manusia.

Dalam ajaran Sunda Wiwitan –sebagaimana diucapkan oleh Jaro Nalim—meyakini bahwa bumi dan langit diciptakan oleh Allah (Pangeran) dalam sekali nafas. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Bumi tempat tinggal umat manusia dan makhluk Tuhan lain menurut kepercayaan Baduy adalah ibu bumi, maka sering disebut Ibu Pertiwi. “Sedangkan langit eta Bapak na Bumi (Sedangkan langit adalah Bapaknya Bumi)” kata Jaro Daenah. Kalau  ibu bumi rusak, bapaknya ikut rusak. Sebaliknya langit kotor, maka bumi pun akan kotor. Terbuka lapisan ozon yang akan merusak, melelehkan lapisan salju di Kutub Utara dan Selatan yang bisa menenggelamkan bumi.

Orang Baduy mempunyai keyakinan, wilayah Tanah Baduy, tepatnya di hulu Sungai Ciujung (Sasaka Domas) adalah jantungnya bumi yang disebut pancer bumi. Sedangkan yang menjadi pusar bumi adalah palung air yang ada di tengah Selat Sunda. Hingga saat ini palung tersebut masih menjadi misteri yang belum bisa diungkap oleh para ilmuwan. Ketika pemerintah ingin membangun jembatan lintas Banten-Sumatera, soal keberadaan palung ini selalu menjadi masalah serius yang belum ditemukan jawabannya.

Sedangkan pohon dan segala jenis tumbuhan yang ada di hutan ibarat rambut. Sungai-sungai yang mengalirkan banyak air dari hulu hingga ke hilir ibarat aliran darah yang mengalir ke seluruh tubuh. Laut yang luas ibarat perut manusia yang menampung air baku yang dibutuhkan bagi seluruh anggota tubuh. Dan tanah dengan berbagai jenis, ibarat lapisan dan serat-serat daging dalam tubuh. Tulang yang menjadi penopang kekuatan tubuh, ibarat batu-batu keras, berada di lapisan bawah tanah. Dan minyak yang mengalir di lapisan bawah tanah bumi, ibarat urat-urat darah yang mengalirkan zat makanan ke seluruh tubuh bumi. Sedangkan emas, perak, batu mulia yang tersimpan di dasar bumi ibarat saripati tubuh atau zat-zat perekat yang menyatukan antara daging dan tulang, sekaligus sebagai sumber kekuatan tenaga untuk bergerak.

Jika hutan digunduli, ibarat manusia yang tak lagi memiliki rambut sebagai pelindung kepala dari sinar panas terik matahari. Jika kepala terus menerus kena sinar matahari secara langsung, akan menimbulkan rasa sakit dan akan berpengaruh pada kinerja otak yang ditutupi batok kepala. Demikian juga jika sungai-sungai terus dikotori oleh banyak limbah industri, makhluk-makhluk yang ada di dalamnya yang merupakan bagian dari sumber nabati, terancam punah dan aliran air sungai akan tersumbat, menimbulkan banjir atau malah kekeringan di bagian hilir. Sama halnya dengan darah manusia yang bila terus kotor, akan banyak menyebarkan aneka penyakit ke seluruh tubuh. Agar manusia tetap sehat, darah-darah kotor itu harus dicuci bersih dan menghindari mengkonsumsi jenis makanan yang berakibat pada kerusakan sel-sel darah.

Bumi sekarang makin tampak pucat dan lesu, karena sel-sel darah bumi makin kotor dan saluran urat-urat bumi makin menyempit, kering akibat praktek penyebaran pengeboran minyak yang tiada henti. Pengeboran minyak dilakukan tanpa batas: di atas gunung, bukit, lembah, hingga di dasar laut. Bumi juga makin tampak loyo dan tak bertenaga karena batu-batu dan batang batang kayu yang merupakan tulang bumi terus menerus diambil dan digerus untuk keperluan manusia membangun simbol-simbol kemewahan dan kekuasaan. Bumi yang kita pijak kini tak tampak lagi segar dan cantik seperti dulu, karena kehilangan saripati dan sumber aura kecantikan ketika emas, dan batu mulia yang merupakan sumber tenaga dan pesona kecantikan bumi terus diburu dan dikeruk hingga sampai ke dasar bumi.

Bumi juga makin tampak gelisah akibat laut luas, perut bumi, makin kotor, rusak, dan penuh dengan aneka limbah. Ibarat perut manusia, bumi sedang mengalami sakit lambung yang sudah parah. Gelombang ombak yang biasa tenang, mulai mengganas marah menimbulkan banyak kecelakaan lalu lintas laut. Air laut mulai muntah-muntah hingga ke daratan. Pantai-pantai yang tadinya aman dan indah mulai rusak akibat keganasan ombak yang mulai sulit diprediksi. Para nelayan yang biasanya mendapatkan ikan melimpah di pinggiran pantai, harus berlayar jauh ke tengah laut untuk mendapatkan ikan lebih banyak karena terumbu karang dekat pantai yang mejadi sarang ikan mulai berkurang dan hancur. Di beberapa wilayah, terumbu karang sudah mulai punah. Banyak orang menghancurkan terumbu karang dan membunuh anak-anak ikan ketika menangkap ikan dengan cara menggunakan bom atau racun. Pohon-pohon bakau yang dulu banyak tumbuh subur di pinggir pantai yang akar-akar pohonnya menjadi tempat bertelur berbagai jenis ikan, hancur, rapuh, dan makin berkurang.

Agar bumi tetap tampil segar, rapih, cantik, dan menjalankan fungsi sebagai tempat berlindung dan berkembang bagi umat manusia dan makhluk Tuhan lain, bumi harus kembali dirawat dengan baik, seperti merawat tubuh. Pohon-pohon yang tumbuh harus dirawat, jangan ditebang, agar tetap tumbuh dan berbuah serta akar-akar menancap ke dasar bumi menjadi penopang tanah dari bahaya longsor. Aliran sungai-sungai jangan dibendung dan menjadi tempat pembuangan sampah atau limbah agar air tetap jernih dan mengalir sampai jauh, memberi penghidupan bagi makhluk hidup di wilayah-wilayah yang dilalui. Laut jangan dikotori dan terumbu karang yang ada di dalamnya dibiarkan tumbuh berkembang agar menjadi sumber penghidupan bagi segala jenis ikan. Pohon-pohon bakau di pinggir pantai dibiarkan tumbuh untuk menopang ombak agar tidak muntah ke daratan merusak lingkungan hidup. Batu-batu dan tanah yang ada di dalam tubuh bumi agar tetap dipelihara, boleh diambil seperlunya untuk kebutuhan dan keperluan masa depan hidup umat manusia.

Agar lingkungan dan bumi tetap sehat, maka dalam ajaran orang Baduy dikenal dengan kalimat: gunung teu menang dilebur, lebak teu menang dirusak, pondok teu menang disambung, panjang teu menang dipotong. Nu lain dilain keun, nu enya dienyakeun. (Gunung tidak boleh dilebur, lembah tidak boleh dirusak, yang pendek tidak boleh disambung, yang panjang tidak boleh dipotong, yang lain di lainkan dan yang iya di iyakan). Ini menandakan bahwa sesungguhnya orang Baduy sudah jauh mengantisipasi bahaya-bahaya alam yang bakal timbul jika manusia tidak lagi menghargai alam dan malah merusak untuk keperluan jangka pendek.(UTEN SUTENDY) ****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar