Jumat, 10 Januari 2014

TAMPIL DENGAN PIKIRAN DAN HATI


Seperti masyarakat beradab lainnya, Orang Baduy mengenakan pakaian yang layak sebagai penutup tubuh, berupa pakaian yang terbuat dari bahan tenunan. Bedanya dengan pakaian orang lain, seluruh pakaian yang dikenakan, Orang Baduy memiliki corak dan warna yang relatif sama. Yakni terbuat dari bahan jenis blacu warna putih berlengan panjang yang disebut Kampret Putih. Baju ini dibuat tanpa kerah dengan ukuran bawah di atas pinggul dan di bawah pusar. Ada lagi yang disebut Samping Aros Pendek, sejenis kain ukuran 1,5 meter dan lebar 60 meter berwarna biru bergaris putih yang dipakai dengan cara seperti kain panjang yang disarungkan dan di bagian pinggangnya diikat menggunakan sabuk dengan tinggi sebatas lutut kaki. Kain penutup bagian bawah tubuh ini diikat dengan sabuk pengikat yang terbuat dari kain berukuran panjang 1,5 meter dengan lebar 40 cm.

Sedangkan kaum perempuan Baduy Dalam mengenakan penutup bagian bawah tubuhnya dengan kain panjang warna hitam berukuran 2,5 meter yang dilingkarkan ke bagian tubuh di bawah pusar sampai dengan di bawah lutut kaki, berwarna biru bergaris-garis putih atau hitam. Kain ini disebut Kain Samping Aros Panjang atau Samping Hideung. Kaum Perempuan Baduy Dalam umumnya mengenakan kampret putih, berupa baju lengan panjang warna putih. Untuk melindungi kulit kepala dari terik panas sinar matahari, kaum perempuan Baduy umumnya mengenakan Dudukuy Keletruk, semacam topi lebar yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk kerucut yang biasanya dipakai saat bercocok tanam di tengah huma. Kaum perempuan Baduy dalam juga biasa mengenakan Karembong, semacam kemben dari bahan kain putih yang dililitkan pada bagian dada hingga ke perut.

Pakaian yang dikenakan orang Baduy Luar dari jenis dan warnanya sama, hanya saja berbeda dari segi bahan, warna dan corak. Mereka sudah mulai mengenakan corak dan motif bervariasi walaupun warna kain yang dikenakan Orang baduy Luar umumnya sama, warna hitam atau biru tua, dengan motif dan model baju yang berbeda-beda. Ada model baju lengan panjang dan lengan pendek yang dijahit rapi mengenakan kancing dan resleting. Ada juga yang motifnya masih sederhana tanpa kancing, diikat dengan tali dari bahan kain yang sama, seperti pakaian yang dikenakan orang Baduy Dalam.

Orang Baduy Luar sudah mengenal pakaian dalam, seperti yang disebut “kutang” atau “bra” bagi pakaian dalam perempuan, atau kaos dalam bagi kaum laki-laki. Mereka juga mengenakan celana, baik celana dalam maupun celana luar dengan beragam motif, celana pendek warna hitam di atas lutut.

Ciri khas lain dari pakaian Orang Baduy ialah kain pengikat kepala dengan warna yang sama yang disebut Romal Untuk Orang Baduy Dalam berwarna putih dan untuk Orang Baduy Baduy Luar berwarna hitam atau biru tua dengan sedikit sentuhan motif batik. Kain pengikat kepala menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Orang Baduy. Kemana pun mereka pergi, kain ini selalu dipakai atau dibawa. Untuk kaum laki-laki, kain tersebut menjadi sangat penting sebagai penutup rambut mereka yang umumnya sangat panjang, sama panjangnya dengan rambut kaum perempuan. Sedangkan untuk Orang Baduy Luar, kain ini bisa berfungsi ganda, selain untuk penutup bagian kepala, juga untuk penghias yang mereka kenakan semacam slayer atau syal yang diikat di leher.

Ciri khas lain dari busana Orang Baduy ialah adanya kain sebagai alat untuk menggendong barang-barang, atau jarog (sebuah tas terbuat dari kulit kayu). Kemanapun mereka pergi selalu membawa kain berukuran lebar dan panjang (lebih panjang dari kain pengikat kepala) yang berfungsi sebagai tas, untuk membawa berbagai macam bekal keperluan. Jika mereka pergi berjalan jauh, biasanya bermacam keperluan yang mereka bawa disimpan dalam buntalan kain tersebut.

Hal yang sama juga dilakukan Orang Baduy Luar. Orang Baduy Luar tidak selalu mengandalkan pada kain untuk membawa barang-barang mereka, biasanya mereka membawa tas kecil yang terbuat dari kulit kayu. Tas itulah yang biasa mereka bawa jika pergi merantau ke kota atau mengunjungi banyak teman dan kerabat di daerah di luar lingkungan Baduy.

Warna, bentuk, dan motif pakaian yang dikenakan orang Baduy, khususnya orang Baduy Dalam, mengacu pada konsep fungsional. Semua pakaian yang dikenakan tujuannya hanya satu, sebagai pembungkus dan pelindung tubuh dari rasa dingin dan sengatan terik panas sinar matahari. Kain pengikat kepala dan kain pembungkus, sebagai pendukung ketika mereka melakukan aktivitas di luar.

Orang Baduy tidak melihat pakaian sebagai bagian dari media untuk berpenampilan menarik, terlihat tampan, ganteng, indah, atau cantik. Apalagi alat untuk menunjukkan status sosial, kewibawaan, dan pengaruh seseorang, sebagaimana biasanya yang dilakukan orang luar dimana berbusana memiliki tujuan dan motif untuk menunjukkan identitas dan status sosial tertentu.

Bagi Orang Baduy, ketampanan, kegagahan, kecantikan, keindahan, pengaruh, dan status sosial tertentu, bukan terletak pada pakaian atau baju apa yang dipakai oleh seseorang. Bagi Orang Baduy, ketampanan, kecantikan, kewibawaan, dan status sosial sesorang, terletak dari cara berpikir dan hati seseorang. Jika pikiran dan hati sesorang itu bernilai baik, luhur, cantik, indah, bersih, maka orang itu pun akan terlihat cantik, indah, gagah, bersih, dan itu akan tercermin dalam aura wajah dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang seperti itulah yang kemudian dihormati, dihargai dan mendapat tempat yang layak di hati dan di dalam struktur kehidupan masyarakat dan adat Baduy.


Jadi, nilai kualitas pribadi seseorang bukan dilihat dari sisi penampilan fisik (bentuk tubuh, pakaian dan harta) sebagaimana sering ditampilkan oleh kebanyakan orang luar, melainkan dari sisi kualitas pikiran dan hati seseorang. Kualitas pikiran dan perasaan seseorang bagi Orang Baduy bisa melampaui kualitas pakaian dan penampilan fisik.(UTEN SUTENDY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar