Jumat, 10 Januari 2014

KEKUATAN KAMI DARI ALAM


Mengapa orang Baduy begitu kuat berjalan kaki? Hingga kini belum ada yang bisa menemukan jawaban yang benar-benar pas untuk pertanyaan itu. Orang luar di kota-kota besar, Jakarta, Bandung, Bogor, Tangerang, sering terheran-heran melihat rombongan Orang Baduy berjalan kaki tanpa alas kaki apapun, menyusuri jalan-jalan aspal di tengah panas terik matahari. Mereka berjalan dengan cara berbaris rapih, dari depan ke belakang, sehingga tidak menganggu lalu lalang lalu lintas di tengah-tengah kota. Kadang terlihat berjalan kaki dalam rombongan berjumlah tiga atau empat orang menyusuri jalan sepanjang rel kereta api.

Mereka bisa mendatangi kota-kota besar di Pulau Jawa, Jakarta, Tangerang, Serang, Bogor, Bekasi, Karawang, Subang bahkan Kota Bandung dengan berjalan kaki. Ke Jakarta dan sekitarnya biasa mereka tempuh dengan berjalan kaki selama empat hari. Ke kota Bogor dan wilayah Tangerang bisa mereka tempuh dua sampai tiga hari. Ke Kota Bandung dari Kampung Baduy yang jaraknya mencapai ratusan kilo meter bisa ditempuh selama kurang lebih satu minggu. Ya semuanya dilakukan dengan berjalan kaki, tanpa alas kaki.

Berjalan kaki adalah hal yang biasa dilakukan dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Kala matahari muncul di ufuk timur, Orang Baduy, tua muda, laki-laki perempuan, bergegas  keluar, meninggalkan rumah dan kampung, menuju hutan, ladang, saung atau menaiki gunung dan bukit. Mencari kayu, membersihkan ladang, menggarap huma, atau sekedar menjaga ladang padi dari ancaman hama. Atau juga pergi membawa alat pikulan untuk mengangkut  berbagai macam hasil bumi yang beratnya mencapai puluhan bahkan ratusan kilo. Buah duren, kayu, petai, buah pinang, dan lainnya untuk dijual di pasar-pasar di daerah di wilayah luar Baduy.

Anak-anak umur di bawah sepuluh tahun turun dari bukit sambil memanggul potongan batang kayu yang ukurannya lebih besar dari ukuran tubuh mereka, adalah pemandangan biasa yang dapat dilihat sehari-hari. Tak pernah ada cerita mereka mengeluh karena kecapaian setelah menempuh jarak jauh dengan berjalan kaki. Ketika para tamu dari luar datang berkunjung ke perkampungan dan ke wilayah hutan Baduy, anak-anak muda Baduy dengan suka rela mendampingi dan membantu membawakan aneka bawaan dengan berat puluhan kilogram. Kala diantara pengunjung ada yang kelelahan hingga tak kuat lagi berjalan kaki, jangan khawatir, anak-anak muda Baduy bisa membantu dengan cara menggendong meski harus menaiki bukit dan gunung serta menuruni lembah-lembah curam.

Hingga kini belum ada yang bisa menjawab bagaimana bisa begitu kuat Orang Baduy dapat berjalan kaki. Kalau dilihat dari segi gizi makanan yang mereka konsumsi kelihatannya tidak ada korelasi. Orang Baduy mengkonsumsi makanan cukup sederhana, tidak mengada-ada. Mereka hanya mengkonsumsi makanan yang tersedia dan disediakan oleh alam di lingkungan. Nasi putih, ikan asin, dan lalaban daun. Hampir tidak pernah lebih dari itu (kecuali saat ada upacara adat atau pesta perkawinan). Atau ada makanan lain yang dibawa oleh para pendatang. Air yang mereka minum, bukan air mineral dalam kemasan botol seperti yang biasa diminum oleh orang kota, tetapi air murni diambil langsung dari mata airnya. Air itu mereka simpan dalam penampungan yang terbuat dari bambu. Kebanyakan Orang Baduy meminum air putih mentah yang diambil langsung dari mata air.

Melihat cara mereka mengkonsumsi makanan, seharusnya yang lebih kuat dan bertenaga saat berjalan kaki ialah orang–orang kota yang mengaku modern dan terbiasa mengkonsumsi aneka makanan yang bergizi, bahkan dengan tambahan aneka macam makanan suplemen. Mengapa malah orang Baduy yang begitu lebih kuat?

Tidak relevan mengaitkan kekuatan fisik mereka dengan teori ilmiah berdasarkan ilmu biologi dan kesehatan serta kualitas gizi. Dalam perspektif kehidupan Orang Baduy, kelihatannya tidak ada benang merah yang bisa disambungkan antara kecukupan mengkonsumsi gizi makanan dengan sebuah kekuatan fisik. Tentu ada sesuatu di luar itu semua yang membuat Orang Baduy lebih kuat dan sehat serta berdaya tahan dalam mengatasi berbagai macam penyakit. Orang Baduy selain memiliki ketahanan dan kekuatan fisik, juga memiliki tubuh yang sehat. Tidak ada penyakit-penyakit “besar” yang biasa menjangkit orang kota seperti lever, ginjal, paru-paru, jantung, dan lain-lain. Penyakit yang sering mereka terima paling-paling penyakit kulit.

Jaro Nalim, seorang sesepuh suku Baduy Dalam di Perkampungan Cikartawana, mengatakan dengan bahasa yang sangat sederhana tetapi bermakna dalam. “Lamun kami mah menanam, menjaga, dan memelihara pohon dan tanaman yang buahnya kami makan. Orang kota mah cuma maunya ngadahar doang.” (kalau kami ‘Orang Baduy’ menanam, menjaga, dan memelihara tiap tanaman yang buahnya kami makan. Kalau orang kota cuma maunya makan saja).

Dalam keyakinan mereka, segala yang ada di alam, termasuk yang mereka makan sehari-hari, adalah makhluk Tuhan yang juga memiliki ruh kehidupan. Cara orang Baduy yang bersahaja dalam memperlakukan alam menempatkan mereka berada dalam kemenyatuan dengan alam lingkungan, senantiasa mendapat dukungan dan penguatan dari alam dimanapun mereka berada. Air murni yang diminum adalah air yang benar-benar asli belum terkontaminasi oleh bakteri dan unsur kimiawi. Nasi yang dimakan berasal dari padi yang ditanam tanpa pupuk kimiawi. Dedaunan yang dikonsumsi sebagai lalab berasal dari pohon-pohon yang tumbuh tanpa pupuk kimiawi. Begitu juga ikan sungai yang ditangkap dan dimakan belum terkontaminasi oleh air yang terkotori oleh limbah yang bisa mereduksi kualitas protein dalam tubuh ikan.

“Upami urang deket jeung ngabantu ngamihara alam, maka urang geh bakal dibantu dan dilindungi ku alam” (kalau kita dekat dengan alam dan membantu serta memelihara alam, maka alam pun akan membantu dan melindungi kita), kata Jaro Nalim.


Tapi ketika ditanya mengapa Orang Baduy harus berjalan kaki, tidak boleh naik kendaraan apapun jika bepergian? Jawabannya sederhana dan polos, “tos kitu, teu bisa dibahas eta mah.” (sudah begitu, tak bisa dibahas itu mah). Menyatu dan jagalah alam, maka kita akan kuat, sehat dan selamat. (UTEN SUTENDY)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar